Dosen ITB Helen Julia menemukan cara baru mengolah limbah sawit dengan memanfaatkan spirulina. Foto: Ist
Jakarta, myelaeis.com - Seorang dosen teknik kimia dan teknik pangan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Helen Julia, PhD, datang membawa terobosan yang terasa masa depan banget.
Ia memadukan teknologi membran dan spirulina, mikroalga berwarna biru-hijau yang selama ini lebih sering nongol di smoothie sehat untuk mengolah air limbah sawit secara lebih efisien dan ramah lingkungan.
Inovasinya membuat Helen terpilih sebagai salah satu dari empat pemenang L'Oréal-UNESCO For Women in Science 2025, sebuah penghargaan prestisius untuk ilmuwan perempuan di Indonesia.
Masalah yang ia tangani bukan main. Dalam paparannya, Helen mengungkap data yang bikin banyak orang terbelalak, yakni setiap produksi 1 ton minyak sawit mentah (CPO), dihasilkan 5–7 ton air limbah. Angka ini melonjak seiring tingginya kapasitas produksi, mengingat Indonesia masih menjadi produsen sawit terbesar di dunia.
“Selama ini, air limbah diolah dengan cara konvensional, pakai kolam-kolam superbesar yang mengandalkan panas matahari. Itu makan lahan, makan waktu, dan hasilnya belum ideal,” ujar Helen saat ditemui usai menerima penghargaan, Rabu, 12 November 2025.
Gagasan awal muncul tiga tahun lalu, saat Helen mengembangkan nanofiltrasi untuk sistem foto-bioreaktor berbasis teknologi membran. Hasilnya menjanjikan, tapi kualitas air setelah pengolahan masih belum cukup aman untuk langsung dibuang ke lingkungan. Di tahap lanjutan, ia menemukan puzzle terakhir yang membuat proses ini lebih sempurna, yakni spirulina.
Kenapa spirulina? Karena mikroalga ini ternyata lahap terhadap komponen-komponen polutan yang ada dalam air limbah sawit.
“Kalau kita lihat komponennya, sebagian besar zat dalam limbah itu sebenarnya makanan mikroalga. Jadi kami masukkan spirulina ke dalam air limbah, dan dia memakan bahan-bahan yang dianggap polutan. Setelah diproses, kita dapat dua hasil: air limbah yang sudah lebih bersih dan biomassa spirulina,” jelas Helen.
Dengan kata lain, limbah yang biasanya dianggap masalah justru bisa menghasilkan value added baru yaitu spirulina yang bisa diolah menjadi bahan pangan maupun pakan.
Di tengah isu keberlanjutan yang terus menekan industri sawit, inovasi ini terasa seperti secercah harapan baru.
Terobosan Helen membuktikan bahwa solusi untuk masalah besar kadang datang dari hal yang tak terduga, bahkan dari “si hijau kecil” bernama spirulina.***






