Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono. Foto: gapki.id
Jakarta, myelaeis.com - Ketua Umum
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menilai posisi petani sangat strategis dalam ketahanan pangan dan ekonomi nasional.
“Saya sepakat petani disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka yang berada di garis paling depan memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat,” ungkap Eddy, kemarin.
Eddy mengatakan itu menyoal pernyataan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang menyebut petani sebagai 'pahlawan tanpa tanda jasa.'
Menurut GAPKI, pengorbanan dan kontribusi petani khususnya petani sawit, sudah sepantasnya diakui negara, bahkan lebih dari sekadar simbol.
Sementara itu, Ketua Pengembangan SDM GAPKI, Sumarjono Saragih, menambahkan bahwa perjuangan petani sudah seharusnya dihargai lebih tinggi. Menurutnya, jerih payah petani bukan hanya dinikmati keluarganya, tetapi juga menyumbang bagi negara.
“Petani itu bukan sekadar pahlawan tanpa tanda jasa. Hasil perjuangan mereka dirasakan orang banyak, termasuk negara,” tutur Sumarjono yang telah lebih dari satu dekade terjun langsung membina petani sawit.
Sumarjono mencontohkan bagaimana petani sawit memberi dampak besar bagi perekonomian Indonesia. Dari total sekitar 16 juta hektare perkebunan sawit nasional, sekitar 6 juta hektare berada di tangan petani. Artinya, hampir separuh keberlangsungan industri sawit bergantung pada kerja keras petani.
Ia menyebut banyak kisah petani sawit yang memulai dari nol. Ada yang harus menunggu bertahun-tahun hingga kebunnya berproduksi, berjuang mencari modal, dan bertahan di tengah fluktuasi harga. Kini hasilnya tidak hanya menghidupi keluarga, tetapi juga menggerakkan ekonomi desa dan menyumbang devisa negara.
“Saya melihat sendiri bagaimana petani sawit bangkit dari keterbatasan hingga mampu menghidupi keluarga dan memberikan kontribusi pada ekonomi daerah dan negara. Itu bukan proses mudah. Wajar kalau mereka mendapat perhatian lebih,” jelasnya.
GAPKI menegaskan bahwa menyebut petani sebagai pahlawan tidak boleh berhenti sebagai jargon. Harus ada kebijakan nyata yang benar-benar memihak kepada petani—mulai dari akses modal, pendampingan teknis, peningkatan produktivitas, sampai perlindungan harga agar petani tidak terus dirugikan saat harga turun.
“Pengakuan itu harus diwujudkan dalam kebijakan yang berpihak. Jangan hanya simbolik, tapi dibuktikan dengan keberpihakan nyata,” tegas Sumarjono.
GAPKI juga menilai, semakin sejahtera petani, semakin kuat pula industri sawit Indonesia. Ketika petani maju, ekonomi daerah ikut bergerak, dan pemasukan negara juga ikut terdongkrak.***






