Ketua GAPKI Sulawesi, Dony Yoga Perdana. Foto: kabarsulteng.id
Makassar, myelaeis.com – Dunia sawit di Sulawesi tengah bertransformasi. Kalau dulu kerja di kebun identik dengan catatan manual dan laporan tebal di meja kantor, kini semuanya bisa diakses lewat layar ponsel.
Ketua GAPKI Sulawesi, Dony Yoga Perdana, menyebut digitalisasi sudah jadi kebutuhan mutlak bagi industri sawit di era 4.0.
“Kalau dulu semua ditulis manual, sekarang cukup sekali input, data langsung sampai ke kantor pusat,” ujarnya saat Celebes Forum GAPKI di Palu, Rabu (22/10).
Menurut Dony, dunia sawit kini dipaksa bekerja lebih efisien. Mulai dari pengelolaan keuangan, pekerjaan lapangan, hingga proses panen, semuanya sudah disentuh teknologi digital.
Ia mencatat, adopsi digitalisasi di Sulawesi sudah mencapai 70 persen, terutama pada perusahaan besar dan kemitraan kebun rakyat yang mulai beradaptasi tahun ini.
Digitalisasi disebut mampu memangkas biaya operasional dan meningkatkan akurasi laporan. “Seluruh produk akan terus naik harganya ke depan. Dunia digital membantu menekan biaya dan mempercepat proses,” tambahnya.
Transformasi ini juga sejalan dengan dorongan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, yang mendorong digitalisasi untuk memperkuat daya saing produk sawit lokal. Tak heran, forum yang digelar di Hotel Best Western Palu itu dihadiri perwakilan pemerintah daerah, akademisi, asosiasi, dan pelaku usaha dari berbagai sektor sawit.
Bukan cuma soal aplikasi atau sistem, digitalisasi sawit kini mencakup teknologi modern seperti drone monitoring, sensor kelembapan tanah, hingga sistem ERP (Enterprise Resource Planning) yang menghubungkan semua lini kerja, dari panen sampai distribusi.
Data real-time kini bisa dilihat langsung dari kebun. Mandor bisa mencatat hasil panen lewat tablet, sementara manajemen memantau laporan tanpa harus menunggu berhari-hari. Bagi petani muda, hal ini membuat dunia sawit terasa lebih modern dan menarik.
Lebih dari sekadar efisiensi, digitalisasi juga membuka jalan menuju sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang jadi syarat utama ekspor. Dengan pencatatan digital, proses audit jadi lebih cepat, transparan, dan mudah diverifikasi.
“Kalau ingin bertahan, jangan takut berubah,” tegas Dony.
Langkah GAPKI Sulawesi ini menandai babak baru, sawit yang dulu dianggap konvensional kini naik kelas menjadi sawit digital, lebih cepat, efisien, dan siap bersaing di pasar global.***






