Berita > Bisnis
Dubes RI di AS: Penting Kemitraan Global untuk Memperbaiki Persepsi Publik terhadap Sawit
Dubes RI untuk AS, Dwisuryo Indroyono Soesilo. Foto: beritasatu.com
Washington, myelaeis.com - Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) Dwisuryo Indroyono Soesilo, menilai pentingnya kemitraan global untuk memperbaiki persepsi publik terhadap sawit.
"Selama ini sawit sering disalahpahami. Padahal di Indonesia dan Malaysia, sawit menjadi tulang punggung pembangunan pedesaan,” katanya.
Dubes Dwisuryo mengatakan hal itu
di markas besar Bank Dunia di Washington DC, Amerika Serikat (AS), belum lama ini.
Saat itu, untuk pertama kalinya lembaga keuangan global tersebut menggandeng Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) dalam seminar bertema “Plantation 360: Unlocking Jobs, Innovation, and Climate-Smart Growth” yang menjadi bagian dari rangkaian World Bank–IMF Annual Meetings 2025.
Di forum yang biasanya membahas utang dan inflasi, sawit justru tampil sebagai solusi. “Minyak sawit bukan sekadar komoditas pertanian, tapi katalis pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan,” ujar Dr. Wempi Saputra, Direktur Eksekutif Bank Dunia untuk Asia Tenggara.
Pandangan itu sejalan dengan komitmen dunia menuju transisi energi bersih dan pertanian cerdas iklim.
Allen Forlemu, Direktur Regional IFC Asia-Pasifik, menambahkan bahwa industri sawit telah memberi pekerjaan bagi lebih dari 24 juta orang di seluruh dunia.
Dari petani kecil, pengusaha perempuan, hingga peneliti bioteknologi, semuanya bagian dari rantai nilai sawit yang terus berinovasi. “Sawit bukan hanya bisnis ekspor, tapi penggerak ekonomi rakyat,” tegasnya.
CPOPC dalam paparannya menekankan bahwa industri sawit kini tengah bertransformasi menuju ekonomi sirkular. Limbahnya diolah kembali menjadi energi biomassa, pakan ternak, hingga bahan kimia hijau.
Bank Dunia pun menyiapkan pendanaan hingga USD 3 miliar per tahun untuk mendukung praktik climate-smart agriculture yang mencakup sawit berkelanjutan.
CPOPC dalam paparannya menekankan bahwa industri sawit kini tengah bertransformasi menuju ekonomi sirkular. Limbahnya diolah kembali menjadi energi biomassa, pakan ternak, hingga bahan kimia hijau.
Bank Dunia pun menyiapkan pendanaan hingga USD 3 miliar per tahun untuk mendukung praktik climate-smart agriculture yang mencakup sawit berkelanjutan.
Produktivitas sawit yang empat kali lebih tinggi dibanding kedelai atau bunga matahari membuatnya berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan dunia. Dengan pengelolaan berkelanjutan, sawit justru mampu mengurangi tekanan terhadap hutan dan mendukung agenda global dekarbonisasi.
Michael Krake, Direktur Eksekutif Bank Dunia untuk Jerman, menyebut forum ini sebagai momen penting mengubah narasi global. “Dialog terbuka seperti ini menjembatani kesalahpahaman lama. Dunia mulai melihat sawit bukan sebagai masalah, melainkan bagian dari solusi,” ujarnya.
Suasana forum pun terasa berbeda. Tak ada tudingan, hanya semangat kolaborasi lintas sektor. Dari Washington DC, dunia melihat babak baru sawit, dari komoditas yang dulu dibenci, kini dipuji sebagai simbol transformasi ekonomi hijau.***






