https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

Cerita Pupuk Kandang Sawit Subulussalam

Cerita Pupuk Kandang Sawit Subulussalam

Topan bersama ternak sapinya. foto: aziz

Dua hamparan kebun kelapa sawit yang berbeda tempat itu, nampak menghijau. Satu di daerah kecamatan Longkib, satu lagi di Simpang Kiri.

Hijaunya hamparan sawit itu bukan oleh kekuatan pupuk kimia semata, tapi justru telah ditopang oleh pupuk yang bersumber dari kotoran hewan.
 
Dari sederet petani sawit yang ada di Kota Subulussalam Provinsi Aceh, ada dua orang yang telah mengandalkan kotoran ternak untuk menjadi pupuk alternatif di kebun sawit masing-masing. 

Bermula dari sulitnya mendapatkan pupuk kimia. Dampaknya, produktifitas tanaman, ada yang naik 30%, ada pula yang malah naik 100%. 

Mukhlis Pohan misalnya. Lelaki yang berkebun sawit di Gampong Tanggabesi Kecamatan Simpang Kiri ini, sebelum memakai kotoran dan urine domba peliharaannya, hasil panen sawitnya yang dua hektar itu hanya 1,5 ton setiap rotasi panen. Di sana, satu rotasi panen dilakukan sekali dua minggu. 

Namun begitu ayah lima anak ini beternak domba pada lima tahun silam dan kotoran serta urinenya dipakai jadi pupuk, produktifitas sawitnya menjadi 3 ton sekali panen. 

Di Gampong Bangun Sari Kecamatan Longkob, Topan Bakti Nasution sudah beternak sapi sejak 15 tahun silam, persis saat lelaki 68 tahun ini kembali serius mengurusi kebun sawitnya yang mencapai 30 hektar itu. Kebun Topan sempat tak terurus saat dia jadi camat Longkib pada 2006-2009. 

Mula-mula kata ayah tiga anak ini, dia membeli dua ekor sapi betina. Lalu sapi itu dia tumpangkawinkan dengan sapi orang lain. Lambat laun sapi itu berkembang hingga Topan pernah menjual 22 ekor sekaligus. 

Kotoran sapi itu kemudian difermentasikan oleh Topan, kemudian ditabur di piringan setiap batang tanaman sawit. Lama kelamaan, produksi kebun Topan meningkat hingga 30%.

“Saat ini saya bisa menghasilkan 55-60 ton TBS dalam sebulan dari yang tadinya hanya di kisaran 30-32 ton dalam sebulan,” wajah lelaki ini nampak sumringah. 

Biar perputaran sapi tetap stabil, Topan kemudian rutin membeli anakan sapi. Mukhlis juga begitu. Dari aktifitas peternakan ini, Topan dan Mukhlis tidak hanya mendulang untung dari hasil menjual sapi dan domba, tapi juga dari produksi sawit yang meningkat.  

“Kalau kita hitung-hitung, satu ekor sapi itu setelah dipelihara setahun, untungnya Rp4 jutaan. Padahal enggak diapa-apain. Pagi di lepas di kebun, sore nya masuk kandang. Kalau pun kita cari rumput, itu untuk tambahan saja,” terang Topan. 

Saat ini Topan masih punya sekitar 50 ekor sapi yang dilepas begitu saja di kebun kelapa sawitnya itu. Sementara Mukhlis, dombanya tinggal sekitar 20 ekor meski dia pernah memelihara hingga 200 ekor. 

Bedanya dengan Topan, Mukhlis tidak melepasliarkan domba-dombanya itu, tapi dikurung di empat kandang yang sengaja dibangun di sisi kanan rumahnya. 

Terlepa dari kocek kedua lelaki ini tambah menggelembung dari hasil menjual ternak, namun kotoran dan urine ternak yang rutin dipakai dikebun, telah membuat tanah kebun sawitnya menjadi lebih gembur.  

“Saya tidak mengurangi dosis pupuk kimia yang rutin saya pakai. Tapi produksi saya naik. Kalau kemudian saya genjot pupuk kimia agar produksi seperti sekarang, berapa pula duit yang musti saya keluarkan?” Mukhlis bertanya. Topan mengamini apa yang dibilang oleh Mukhlis. 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS