https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Bisnis

APKASINDO: Gejolak Harga Erat Kaitannya dengan Kebijakan Sawit di 10 Bulan Terakhir

APKASINDO: Gejolak Harga Erat Kaitannya dengan Kebijakan Sawit di 10 Bulan Terakhir

Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat Medali Emas Manurung. Foto: gimni.org

Jakarta, myelaeis.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr. Ir. Gulat Medali Emas Manurung, M.P., C.IMA, menilai terjadinya gejolak harga belakangan ini erat kaitannya dengan kebijakan sawit yang dikeluarkan dalam sepuluh bulan terakhir, termasuk SK Menhut No. 36/2025, Perpres No. 5/2025, dan PP No. 45/2025.

Menurut Gulat, ketiga regulasi ini menimbulkan efek kejut yang nyata bagi perekonomian lokal.

“Berbeda dengan sektor tambang yang mayoritas dikuasai korporasi besar, industri sawit melibatkan masyarakat langsung,” kata Gulat.

Sekitar 42 persen dari total 16,5 juta hektare lahan sawit nasional dikelola petani rakyat, menurut Gulat, mencakup 2,4 juta kepala keluarga dan lebih dari 16 juta tenaga kerja. Dampaknya pun terasa langsung, mulai dari menurunnya daya beli hingga ketidakstabilan ekonomi lokal.

Gulat menambahkan, APKASINDO telah melakukan komunikasi intens dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait agar regulasi baru tidak memberatkan petani.

Ia optimistis Presiden Prabowo Subianto akan mencari solusi yang berpihak pada kesejahteraan petani sawit rakyat.

“Kami yakin arahan Presiden tetap menempatkan petani sebagai pilar penting ekonomi nasional. Saya juga mengimbau petani sawit dari Aceh hingga Papua untuk tidak bertindak reaktif dulu,” ujarnya.

Situasi ini menegaskan pentingnya keseimbangan antara regulasi lingkungan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat. Inflasi yang melonjak di daerah penghasil sawit bukan hanya persoalan harga, tapi juga mencerminkan tekanan sosial-ekonomi yang lebih luas.

Para pengamat menekankan, agar sawit tetap menjadi motor penggerak ekonomi rakyat, pemerintah perlu merancang regulasi yang adil dan realistis.

Dengan begitu, sektor sawit tidak hanya mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, tapi juga melindungi kehidupan jutaan petani yang bergantung pada tanaman ini. PP 45/2025, jika tidak dikaji ulang atau disesuaikan, berpotensi menjadi beban berat yang memicu inflasi lebih dahsyat di wilayah penghasil sawit.

Gulat mengatakan hal itu menyusul setelah PP 45/2025 bikin petani sawit terkapar! Denda Rp25 juta/ha picu inflasi meledak, harga-harga meroket, ekonomi Sumut, Riau, Aceh nyaris ambruk total.

Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2025 sebagai revisi dari PP No. 24 Tahun 2021 memunculkan gelombang kritik dari berbagai pihak, mulai akademisi hingga petani sawit.

Regulasi yang mengatur sanksi administratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kehutanan ini dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum sekaligus mengancam kelangsungan ekonomi masyarakat di daerah penghasil sawit.

Sorotan utama tertuju pada ketentuan denda Rp25 juta per hektare per tahun, yang 5–7 kali lebih tinggi dibanding aturan sebelumnya.

Skema ini dianggap memberatkan para pelaku usaha perkebunan, terutama petani rakyat yang selama ini mengandalkan sawit sebagai sumber penghidupan utama.

Di satu sisi, Indonesia sedang gencar mempromosikan citra sawit yang ramah lingkungan, namun di sisi lain regulasi justru menimbulkan tekanan ekonomi.

Data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan adanya indikasi gangguan ekonomi di wilayah sentra sawit. Inflasi di sejumlah provinsi penghasil sawit dilaporkan menembus angka 5 persen.

Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, menekankan bahwa inflasi di atas 5 persen merupakan peringatan serius bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk segera mengambil langkah antisipatif. Provinsi seperti Sumatera Utara, Riau, Aceh, dan Sumatera Barat tercatat mengalami kenaikan harga yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir.***
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS