https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Bekerja sebagai Perawat Tanaman, Anggi Menyempatkan Diri Jadi Guru Sukarela di Perkebunan Sawit Kaltim

Bekerja sebagai Perawat Tanaman, Anggi Menyempatkan Diri Jadi Guru Sukarela di Perkebunan Sawit Kaltim

Harminah alias Anggi. Foto: Ist

BAGI Harminah menjadi guru tidak harus bergelar pendidik. Cukup dengan hati yang mau berbagi, seseorang bisa menyalakan cahaya ilmu bagi orang lain.

Itulah Anggi, panggilan akrab Harminah.
Meski tak sempat menamatkan kuliah, pekerja sawit di Kalimantan Timur (Kaltim) ini justru jadi guru sukarela yang mengajar dari rumah ke rumah, menyalakan semangat belajar anak-anak di perkebunan.

Dilansir dari laman resmi Astra Agro Lestari, kisah inspiratif datang dari seorang pekerja perkebunan bernama Harminah, atau yang akrab disapa Anggi.

Ia bekerja sebagai perawat tanaman di PT Sukses Tani Nusasubur (STN), salah satu anak perusahaan Astra Agro Lestari di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Di balik kesibukannya, Anggi diam-diam menjalankan peran mulia yakni menjadi guru sukarela yang mengajar anak-anak dari rumah ke rumah.

Lahir di Sekunyit, Lombok Tengah, pada 4 April 1985, Anggi tumbuh di keluarga sederhana yang menggantungkan hidup dari bertani dan berdagang sembako.

Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi guru bahasa. Di MAN 1 Praya Lombok, ia memilih jurusan Bahasa karena ingin mudah berkomunikasi dengan siapa saja, termasuk wisatawan asing yang sering datang ke Lombok. “Bahasa itu jembatan untuk mengenal dunia,” katanya suatu ketika.

Anggi belajar Bahasa Inggris dan Bahasa Arab dengan penuh semangat. Ia bahkan pernah menjadi peringkat pertama jurusan Bahasa di sekolahnya pada tahun 2004.

“Saya menyampaikan pesan kelulusan dalam Bahasa Inggris di atas panggung. Orang tua saya hadir, semua terharu,” kenangnya dengan senyum tipis.

Namun, jalannya untuk kuliah tidak semulus yang ia harapkan. Meski sempat diterima di Universitas Mulawarman, orang tuanya tak mengizinkan karena jaraknya terlalu jauh.

Ia kemudian mencoba kuliah di Universitas Lombok, mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam, tapi berhenti di semester dua. “Hati saya nggak di situ,” ujarnya jujur.

Meski gagal meraih gelar sarjana, semangatnya untuk belajar tak pernah padam. Ia bertekad agar anak-anaknya bisa menempuh pendidikan lebih tinggi.

"Kalau saya nggak bisa kuliah, anak saya harus bisa. Sekarang dia belajar di Gontor,” ujarnya dengan mata berbinar.

Di sela-sela rutinitas sebagai pekerja rawat, Anggi meluangkan waktu mengajar Bahasa Inggris secara sukarela. Ia datang dari rumah ke rumah, kadang ke perumahan karyawan, bahkan ke rumah staf perusahaan.

“Saya nggak minta bayaran. Kadang dikasih uang bensin, sayur, atau makanan. Itu bentuk penghargaan mereka,” tuturnya.

Anak-anak yang diajarinya kerap menunggunya meski hujan turun. “Mereka bilang, ‘Ibu pasti datang.’ Itu menyentuh hati saya,” ucapnya lembut. Bagi Anggi, pendidikan bukan soal ruang kelas, tapi soal kemauan untuk berbagi ilmu di mana pun berada.

Kini, meski kesibukannya bertambah, Anggi masih mengajar anak-anaknya di rumah sambil menjalankan usaha toko kecil. “Kalau kita bisa, itu karena kita terbiasa,” katanya penuh keyakinan.

Baginya, menjadi guru tak harus bergelar pendidik. Cukup dengan hati yang mau berbagi, seseorang bisa menyalakan cahaya ilmu bagi orang lain.***

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS