Berita > Ragam
Apkasindo Kaltara Tercengang Produktifitas Sawit Malaysia 2 Kali Lipat dari Indonesia, MPOB Ungkap Kuncinya

Ilustrasi petani sawit di Malaysia. Foto: gatra.com
Kuala Lumpur, myelaeis.com - Dalam kunjungan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Apkasindo Kalimantan Utara (Kaltara) ke kantor Malaysian Palm Oil Board (MPOB) di Selangor, Jumat (3/10/2025), terungkap fakta mengejutkan yakni produksi sawit petani Malaysia rata-rata bisa mencapai 2–2,5 ton per hektare per bulan, hampir dua kali lipat dari capaian petani Indonesia yang masih berada di kisaran 1–1,5 ton per hektare per bulan.
Pertemuan ini dipimpin langsung oleh Ketua DPW Apkasindo Kalimantan Utara, Muh. Khoirudin, didampingi Wakil Ketua Umum DPP Apkasindo Suhendrik, serta Head of International Relation Apkasindi Dr. (Cn) Djono A. Burhan.
Mereka disambut hangat oleh Director General MPOB, Datuk Dr. Ahmad Parveez Hj. Ghulam Kadir, bersama jajaran.
Dalam diskusi, Ahmad Parveez menjelaskan bahwa salah satu kunci produktivitas tinggi di Malaysia adalah adanya sistem pendampingan intensif untuk petani.
MPOB memiliki tenaga khusus yang disebut pegawai tunas atau penyuluh sawit, yang bertugas memberikan arahan teknis, mulai dari tata cara pemupukan, pengendalian hama, hingga panen yang tepat.
“Petani di seluruh wilayah, baik di semenanjung maupun Borneo, didampingi secara rutin agar praktik pengelolaan kebun lebih efisien dan hasilnya meningkat,” ujar Ahmad Parveez.
Khoirudin menilai, sistem ini layak dicontoh Indonesia. “Produktivitas kita masih kalah jauh. Ini kunjungan strategis bagi APKASINDO untuk belajar bagaimana Malaysia bisa mendongkrak hasil kebun rakyat,” katanya.
Selain produktivitas, Malaysia juga lebih unggul dalam industri turunan sawit. Suhendrik menyoroti bahwa negeri jiran sudah memiliki sekitar 400 produk turunan sawit, sementara Indonesia baru setengahnya.
“Pemerintah Malaysia aktif mendorong masyarakat menggunakan produk turunan, misalnya red palm oil yang kaya vitamin A dan E sebagai pengganti minyak goreng,” jelasnya.
Menurut Suhendrik, kebijakan ini membuktikan bahwa dukungan pemerintah sangat penting agar produk turunan sawit bisa diterima pasar domestik maupun internasional.
Isu lain yang mencuat adalah perbedaan harga CPO antara Indonesia dan Malaysia. Djono Burhan menegaskan bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki Bursa CPO (ICDX), harga TBS dan CPO di Malaysia masih lebih tinggi.
Ahmad Parveez menjelaskan, salah satu faktor utamanya adalah kebijakan pajak ekspor. “Di Malaysia, pajak ekspor CPO stabil 10%. Sedangkan di Indonesia, pajaknya fluktuatif tergantung harga, sehingga berpengaruh pada harga jual,” ujarnya.
Djono menambahkan, pemerintah Indonesia perlu memperkuat implementasi program Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) agar benar-benar dirasakan petani. “Apkasindo siap jadi jembatan antara petani dan pemerintah, agar program tepat sasaran dan berdampak nyata,” katanya.
Sementara itu, Suhendrik menutup pertemuan dengan pesan kebersamaan. “Sawit menyatukan Indonesia dan Malaysia sebagai dua bangsa serumpun. Kita harus terus berkolaborasi, bukan bersaing, demi kesejahteraan petani dan kemajuan industri sawit,” tegasnya.***