https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Farwiza, Aktivis yang Mengajarkan bahwa Konservasi Efektif Lahir dari Kesinambungan dan Keberanian

Farwiza, Aktivis yang Mengajarkan bahwa Konservasi Efektif Lahir dari Kesinambungan dan Keberanian

Farwiza Farhan. Foto: Ist

DARI seorang aktivis yang bernama Farwiza Farhan kita belajar bahwa konservasi efektif lahir dari kesinambungan, keberanian, dan pemberdayaan masyarakat. 

Ia mengajarkan, menjaga alam dimulai dari langkah kecil di sekitar kita, dan dari sana, suara lokal bisa mengubah lanskap dunia.

Ya, Farwiza Farhan, aktivis Aceh, mengubah nasib Hutan Leuser lewat patroli komunitas, litigasi, dan pemberdayaan perempuan, hingga membuat dunia terpesona pada konservasi lokal.

Farwiza Farhan, atau akrab disapa Wiza, adalah perempuan Aceh yang menorehkan jejak panjang dalam konservasi lingkungan. Namanya melekat erat dengan Hutan Leuser, salah satu ekosistem hutan hujan terakhir di Asia Tenggara. 

Lebih dari sekadar aktivis, Wiza menjadi simbol bagaimana kepedulian lokal, strategi hukum, dan pemberdayaan komunitas bisa menjaga alam sekaligus hak masyarakat.

Lahir di Banda Aceh pada 1986, Wiza tumbuh dekat dengan alam. Masa kecil yang dihabiskan di hutan Aceh menumbuhkan kecintaannya terhadap lingkungan. 

Wiza menempuh pendidikan di bidang sains di Universiti Sains Malaysia dan melanjutkan magister Environmental Management and Sustainable Development di University of Queensland, Australia.

Setelah menamatkan studi, ia sempat bekerja di pemerintahan dan organisasi pengelola kawasan, sebelum memutuskan menempatkan dirinya di garis depan perlindungan hutan.

Menurutnya, celah antara kebijakan dan praktik di lapangan berpotensi membahayakan flora dan fauna unik Leuser, termasuk gajah, harimau, orang utan, dan badak Sumatra.

Pada 2012, Wiza mendirikan HAkA (Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh). Lembaga ini berfokus pada perlindungan Leuser melalui kombinasi litigasi strategis, patroli hutan, advokasi hukum, dan pemberdayaan masyarakat, terutama perempuan.

HAkA menonjol karena membentuk jaringan forest guardian dari warga lokal, memberikan literasi hukum, dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. 

Perempuan desa dilatih menjadi penjaga hutan, pelatih patroli, dan penggerak kampanye lingkungan. Pendekatan ini memastikan konservasi tidak berjalan searah atas, tapi inklusif dan berkelanjutan.

Salah satu pencapaian penting Wiza adalah keberhasilan HAkA dalam litigasi terhadap perusahaan sawit yang merusak hutan. Putusan pengadilan memberikan denda sekitar US$26 juta untuk pemulihan lahan, sekaligus menjadi preseden hukum bagi perlindungan lingkungan di Indonesia.

HAkA juga berhasil menekan proyek-proyek pembangunan yang mengancam habitat satwa, termasuk rencana pembangkit hidro yang membahayakan koridor gajah. Kombinasi bukti lapangan, kampanye publik, dan tekanan hukum terbukti efektif melindungi hutan.

Wiza percaya bahwa konservasi sejati harus melibatkan masyarakat lokal. HAkA melatih ratusan perempuan desa untuk memantau hutan, mendeteksi aktivitas ilegal, dan ikut serta dalam perencanaan tata ruang. 

Strategi ini menurunkan resistensi lokal terhadap konservasi sekaligus meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap hutan mereka.

Kiprah Wiza diakui dunia. Ia menerima Whitley Award 2016, Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021, dan Ramon Magsaysay Award 2024 atas kepemimpinan dan inovasi dalam konservasi berbasis komunitas. Wiza juga tercatat sebagai TED Fellow, National Geographic Explorer, dan menjadi mitra berbagai organisasi lingkungan internasional.

Wiza menegaskan, “This landscape is so special… I’ve fallen deeper and deeper in love with it.” Kata-kata ini mencerminkan dedikasinya yang tulus terhadap Leuser. Ia membuktikan bahwa perlindungan lingkungan bukan sekadar retorika, tapi aksi nyata melalui komunitas, hukum, dan kolaborasi global.***

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS