https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Petani

Hari Tani 2025, POPSI: Mayoritas Petani Sawit Rakyat Belum Memiliki Sertifikasi ISPO

Hari Tani 2025, POPSI: Mayoritas Petani Sawit Rakyat Belum Memiliki Sertifikasi ISPO

Ilustrasi petani sawit. Foto; sumbarsatu.com

Jakarta, myelaeis.com - Ketua Umum 
Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI), Mansuetus Darto,
mengatakan pihaknya kembali mengajukan tuntutan utama petani sawit, yaitu reforma agraria sejati yang benar-benar berpihak pada petani.

Tuntutan tersebut diajukan POPSI terkait dengan peringatan Hari Tani Nasional 2025:yang jatuh pada Rabu (24/9) hari ini.

Menurut Darto, hingga hari ini kehidupan petani sawit masih dibelenggu oleh kebijakan negara yang menekan, pengelolaan aset yang tidak adil, serta omon-omon yang tak pernah terwujud.

Misalnya pertama adalah pungutan ekspor dan bea keluar membunuh kesejahteraan petani. POPSI menilai bahwa pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) yang mencapai 190 USD/MT saat ini, merupakan beban berat yang secara langsung memiskinkan petani sawit.

"Berdasarkan hitungan, setiap potongan 50 USD/MT menggerus harga TBS sebesar Rp 350/kg. Artinya, dengan potongan 190 USD/MT, petani kehilangan sekitar Rp1.500/kg. Padahal harga TBS yang saat ini hanya sekitar Rp 3.500/kg, seharusnya bisa mencapai Rp 5.000/kg jika tidak ada pungutan tersebut," terang Darto, Rabu (24/9).

"Kondisi ini adalah strategi struktural yang memiskinkan petani dan harus segera dihentikan," sambungnya.

Kemudian kedua adalah nasionalisasi melalui Agrinas, Reforma Agraria yang dipelintir. Langkah pemerintah melalui Agrinas (PT Agro Industri Nasional) yang mengambil alih dan mengelola kebun sawit, termasuk sawit sitaan yang berada dalam kawasan hutan     tidak ada proses negosiasi dengan petani yang selama ini menggantungkan hidup dari tanah tersebut. Tidak ada studi yang mendalam, mengapa masyarakat menduduki tanah kawasan hutan tersebut. 

"Reforma agraria sejati seharusnya mengembalikan tanah kepada petani dan masyarakat adat, bukan mengganti tuan lama dengan tuan baru AGRINAS dengan embel-embel kepentingan Negara. Mengelola sawit sitaan tanpa melibatkan petani kecil tanpa redistribusi tanah sama saja dengan nasionalisasi korporatis, bukan reforma agraria," tegasnga

Selanjutnya adalah ISPO, Janji yang tidak pernah ditepati. Sampai saat ini mayoritas petani sawit rakyat belum memiliki sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). 

Kata Darto pemerintah sering menyatakan akan mempercepat sertifikasi ISPO untuk petani, namun realitasnya tidak ada alokasi dana maupun program nyata.
    
"Petani justru dibebani kewajiban ISPO tanpa dukungan, sementara biaya sertifikasi sangat mahal," katanya.

POPSI menegaskan, tanpa dukungan finansial dan kelembagaan yang nyata, ISPO hanya menjadi alat diskriminasi terhadap petani sawit rakyat. 

Dengan begitu dalam momentum Hari Tani Nasional, POPSI mendesak pemerintah untuk ; Menghapus pungutan ekspor dan bea keluar yang mencekik petani. 

Menghentikan praktik nasionalisasi sawit melalui Agrinas dan mengembalikan tanah kepada petani.     

Menyediakan anggaran khusus untuk percepatan ISPO bagi petani sawit rakyat. Menjalankan reforma agraria sejati: tanah untuk petani, bukan untuk korporasi atau BUMN.

“Hari Tani Nasional bukan sekadar perayaan, tetapi pengingat atas janji negara untuk mewujudkan reforma agraria sejati. Petani sawit tidak butuh retorika, kami butuh keadilan,” tandas Darto.***

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS