https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

GAPKI Minta Pemerintah Selektif Menerbitkan Izin PKS

GAPKI Minta Pemerintah Selektif Menerbitkan Izin PKS

Ilustrasi PKS. Foto: bpdp.or.id

Jakarta, myelaeis.com - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendorong agar pemerintah untuk lebih selektif dalam penerbitan izin untuk mendirikan pabrik kelapa sawit (PKS).

Menurut Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, sebelum memberikan izin baru, pemerintah perlu memetakan kebutuhan lapangan serta memperhatikan keberadaan pabrik yang sudah bermitra dengan petani. Jika kapasitas sudah mencukupi, izin tambahan sebaiknya tidak diberikan.

“Tujuannya agar tidak terjadi kerugian pada perusahaan mitra maupun petani yang selama ini sudah terikat kerja sama,” pungkasnya.

Sebelumnya GAPKI menekankan perlunya penataan terhadap PKS yang beroperasi tanpa kebun sendiri. Fenomena ini disebut makin marak terjadi dan dikhawatirkan berpotensi merugikan perusahaan maupun petani mitra.

Eddy Martono, menegaskan pihaknya tidak menolak keberadaan PKS tanpa kebun, asalkan pendiriannya diatur dengan ketentuan yang jelas.

“Kami tidak menolak pabrik sawit tanpa kebun, namun pendirian PKS ini harus ditata agar tidak merugikan perusahaan yang sudah bermitra dengan petani,” ujarnya, Selasa (16/09).

Menurut Eddy, jika keberadaan PKS tanpa kebun tidak dikendalikan, akan muncul sejumlah persoalan. Salah satunya, petani yang semula bermitra dengan perusahaan bisa tergoda menjual tandan buah segar (TBS) ke pabrik lain yang beroperasi tanpa izin atau membeli secara berondolan. Kondisi ini, kata dia, dapat menurunkan rendemen karena TBS berondol sangat penting dalam penentuan harga.

“Sekarang serba susah, karena berondol itu untuk menghitung penetapan harga, tapi kini banyak petani menjual tanpa berondol,” jelasnya.

Eddy juga menyinggung adanya celah penyalahgunaan di sektor ekspor. Beberapa PKS tanpa kebun disebut kerap mengolah TBS menjadi Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair sawit untuk diekspor. Padahal, pungutan ekspor POME jauh lebih rendah dibanding crude palm oil (CPO).

“Dulu ekspor POME hanya 200 ribu ton per tahun, kini naik hampir 2 juta ton. Setelah diselidiki, ada indikasi permainan di sana,” ungkapnya. Eddy merinci, pungutan ekspor POME hanya sekitar 5 dolar AS per ton, sementara CPO mencapai hampir 150 dolar AS per ton. POME umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku energi.***

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS