Berita > Persona
Di Balik Perkebunan Sawit yang Luas, Ada Tenaga Medis yang Bekerja Keras, Berjuang Melawan Keterbatasan

Juniarti saat mengobati bayi yang tinggal di tengah perkebunan sawit. Dok.Istimewa
MENJADI tenaga medis di tengah perkebunan sawit bukanlah pekerjaan yang mudah. Tantangan datang dari medan yang sulit, fasilitas kesehatan terbatas, dan stok obat yang sering menipis.
Lihatlah di tengah kebun sawit Mahulu,
bidan dan tenaga medis berjuang keras. Yang dihadapi antara lain jalan yang rusak, obat terbatas, tapi mereka tetap sigap layani puluhan pasien setiap hari.
Juniarti, seorang bidan yang telah setahun bertugas di klinik PT SAU 1, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur (Kaltim), mengungkapkan pengalamannya.
Saat kegiatan kunjungan BKKBN Provinsi Kaltim, Juniarti menceritakan kesehariannya menghadapi berbagai kendala. Tiga komplek perumahan yang tersebar di area perkebunan menuntutnya menempuh jarak hingga setengah jam atau lebih, tergantung kondisi jalan.
Bila kendaraan operasional mengalami kerusakan, perjalanan bisa berubah menjadi perjuangan panjang.
“Keluhan utama memang soal kendaraan. Dari kebun ke kabupaten bisa hampir satu jam. Itu sering menjadi kendala,” ujarnya dilansir dari akun media sosial BKKBN Provinsi Kaltim, Minggu (14/9).
Klinik perusahaan letaknya jauh dari beberapa pemukiman warga, begitu juga RSUD yang menjadi rujukan. Situasi ini membuat evakuasi pasien darurat menjadi lebih sulit, terutama saat persalinan.
Meski begitu, Juniarti bersama timnya selalu siap turun ke lapangan. Ia bahkan kerap mendatangi rumah warga saat ada persalinan darurat, karena sebagian warga lebih memilih melahirkan di rumah dengan bantuan keluarga.
Selain akses yang sulit, kesadaran masyarakat juga menjadi tantangan. Penyuluhan dan sosialisasi kesehatan yang digelar di posyandu sering tidak mendapat perhatian penuh.
Padahal, setiap posyandu bisa diikuti hingga lima puluh orang, dibagi berdasarkan afdeling. Juniarti menilai, pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan masih perlu ditingkatkan.
Fasilitas di klinik PT SAU 1 sendiri cukup terbatas. Hanya terdapat tiga ruangan, salah satunya diisi dua kasur untuk pemeriksaan pasien. Bangunan kayu ini tidak bisa menampung lebih dari 50 orang.
Tenaga medis yang bertugas pun hanya bidan dan perawat, sementara dokter berada di induk perusahaan dan siap dipanggil saat dibutuhkan.
Masalah lain muncul dari ketersediaan obat. Persediaan rutin dari induk perusahaan kadang habis sebelum pengiriman berikutnya tiba. Obat-obatan tertentu, seperti obat cacing, dibagikan melalui posyandu setiap enam bulan. Namun saat kebutuhan meningkat, stok bisa cepat menipis, membuat tugas tenaga medis semakin berat.
Meski menghadapi berbagai keterbatasan, Juniarti tetap menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi. Baginya, bekerja di perkebunan sawit adalah bentuk pengabdian nyata kepada masyarakat.
Ia menegaskan bahwa kesulitan sudah menjadi bagian dari pekerjaan, namun semangat untuk melayani masyarakat tidak pernah surut.
“Susahnya memang ada, tapi itu sudah bagian dari pekerjaan. Yang penting bagaimana kami bisa terus membantu masyarakat di sini,” pungkasnya.
Kisah Juniarti mengingatkan bahwa di balik keberadaan perkebunan sawit yang luas, ada tenaga medis yang bekerja keras, berjuang melawan keterbatasan demi memastikan kesehatan masyarakat tetap terjaga.
Dari medan sulit, fasilitas terbatas, hingga stok obat yang minim, semua menjadi bagian dari tantangan sehari-hari, namun dedikasi dan komitmen mereka tetap menjadi cahaya di tengah kompleksitas perkebunan.***