https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Memilih Berkuliah Prodi Sawit di AKPY karena Ardytio Merasa Diuntungkan sebagai Anak Petani Sawit

Memilih Berkuliah Prodi Sawit di AKPY karena Ardytio Merasa Diuntungkan sebagai Anak Petani Sawit

Ardytio saat menjalani praktek lapangan. Foto; Dok. Pribadi

KALAU Ardytio mengaku bangga menjadi anak petani kelapa sawit, tentu bukan tanpa alasan. "Karena sebagai anak petani sawit, saya merasakan kondisi yang lebih dari cukup," ujar Ardi, demikian Ardytio akrab disapa.

Dalam bahasa lain, Ardi menjelaskan, kalau misalnya ia ingin membeli baju baru, tidak susah bagi orangtuanya untuk membelikannya. "Atau kalau sekali-sekali kepingin makan enak, bisalah," ujarnya.

Ardi juga dibelikan sepeda motor, untuk memudahkannya bepergian kemana-mana. Termasuk juga kebutuhan untuk pendidikan, bisa tercukupi dan hampir tidak pernah mengalami hambatan berarti.

"Saya benar-benaf bersyukur kalau dulu orangtua saya menjadikan kelapa sawit sebagai sumber ekonomi keluarga kami," ujar anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Ardi dilahirkan di Desa Pinanga Dua, Kecamatan Silangkitang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan  Provinsi Sumatera Utara (Sumut), pada tahun 2005 lalu.

Di desa itu pula orangtuanya mengelola kebun sawit keluarga secara mandiri. "Tidak terlalu luas, sekitar 1 sampai 3 hektar," ungkap Ardi. Selain punya kebun, orangtua Ardi juga tercatat sebagai karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Sepanjang yang diingat, menurut Ardi, ia bersama kedua orangtua dan kedua saudaranya hampir tidak pernah mengalami kondisi yang sulit karena keterbatasan finansial bersebab sawit

"Kami sekeluarga benar-benar dilapangkan dan diuntungkan oleh sawit," beber Ardi, sambil tidak menutup fakta bahwa pernah juga menghadapi kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan terjadinya penurunan.

Misalnya, menurut Ardi, ketika kebun sawit milik orangtuanya memasuki masa trek, yang berdampak menurunnya angka produksi. "Kondisi ekonomi kami memang agak sedikit menurun bila dihadapksn kondisi seperti itu," sebutnya.

Tapi, ulas Ardi, penurunan kondisi ekonomi yang dilalui masih dalam tahap yang bisa ditoleransi. "Tidak sampai membuat kondisi ekonomi kami jeblok sampai ke titik terendah," katanya.

Fakta yang terjadi di tengah keluarganya itu menjadi salah satu faktor yang memicu ketertarikan Ardi pada sawit. Apalagi, sambung Ardi, ketika duduk di bangku SMP, ia sering diajak Ayahnya ke kebun sawit milik keluarga.

Di kebun sawit tersebut, menurut Ardi, ia dilibatkan Ayahnya dalam banyak urusan. Misalnya, membantu orangtua melakukan panen, pemupukan, membersihkan lahan, membenahi drainase dan lainnya.

Karena sudah lama intens berurusan dengan sawit, Ardi mengaku sudah sejak lama pula berpikir untuk menjadikan tanaman perkebunan itu sebagai andalan untuk menyongsong dan menjalani hari-hari di masa depsn.

Makanya, ketika pada tahun 2024 lalu Ayahnya mengabarkan tentang peluang berkuliah melalui program beasiswa khusus sawit, Ardi menyatakan langsung tertarik. "Inilah yang aku cari," kata hatinya kala itu.

Program beasiswa sawit itu sendiri diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang belakangan berubah nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Karena ingin lulus program beasiswa sawit itu, Ardi pun menyiapkan diri secara totalitas. Ardi, misalnya, ikut bimbingan belajar (bimbel) yang khusus mengajarkan materi-materi yang akan diujikan.

Ardi ikut bimbel tidak di desa kelahirannya, tapi di desa tetangga yang berjarak tempuh sekitar tiga jam perjalanan darat. Di desa itu pula Ayah Ardi bekerja sebagai karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit.

"Rata-rata dalam seminggu kami menjalani belajar tatap.muka antara tiga sampai empat hari," kenangnya. Tak tiap hari Ardi bolak-balik ke desanya. Ada kalanya nginap di desa tetangga itu, di mes Ayahnya.

Ada sebulan Ardi menjalani bimbel. "Sepertinya ilmu yang saya peroleh lebih dari cukup,"  katanya. Ardi tidak menutup kemungkinan, bekal dari bimbel merupakan modal besar yang membuat ia dinyatakan lulus program beasiswa sawit yang didanai BPDPKS.

Oleh penyelenggara program, Ardi ditempatkan berkuliah di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) Prodi Pemeliharaan Kelapa Sawit untuk program diploma satu (D1).

Telah berkuliah sekitar tujuh bulan di AKPY yang kampusnya berlokasi di Sleman, Provinsi Daerah Istinewa Yogyakarta, Ardi mengaku matanya semakin "terbuka" tentang tatacara budidaya sawit yang baik, yang sesuai dengan tuntutan ilmu pertanian midern.

"Beda banget," ungkap Ardi, membandingkan pola pengelolaan kelapa sawit yang sebelumnya ia ketahui dari Ayahnya dibandingkan dengan ilmu yang diperoleh selama menjalani kuliah di AKPY.

Di bangku kuliah, menurut Ardi, ia sudah mengenal apa yang disebut dengan bahan organik tanah (BOT), yaitu pupuk alami yang berfungsi untuk meningkatkan unsur hara di dalam tanah.

"Ketika dulu ikut Ayah ke kebun, mana tahu hal-hal seperti itu," ungkapnya. Begitu pun soal pemupukan, selain diajarkan tatacara, juga ditunjukkan tentang dosis yang tepat.

Sebuah ilmu yang Ardi nllai sangat berarti. "Karena semua itu sangat terkait erat dengan tingkat produktifitas tanaman sawit," ujarnya. "Sementara produktifitas terkait dengan kesejahteraan."***



 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS