Berita > Persona
Pernah Ikut Melaut Bersama Ayah, Fadhlul Hanif Akhirnya Dapat Jalan untuk Mendalami Ilmu Sawit di AKPY

Fadhlul Hanif bersama sejumlah rekannya saat praktek lapangan yang diawasi dosen pembimbing. Foto: Dok. Pribadi
FADHLUL Hanif mengaku menemukan apa yang selama ini ia cari setelah ditempatkan berkuliah di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) Prodi Pemeliharaan Kelapa Sawit untuk program diploma satu (D1).
"Berkuliah di AKPY ini merupakan jalan terbaik yang diberikan oleh Tuhan kepada saya," ujar Hanif --panggilan akrab Fadhlul Hanif-- melalui sambungan telepon, Selasa (25/2/2025) siang.
Hanif berkuliah di kampus yang berlokasi di Sleman, Provinsi Daerah Istinewa Yogyakarta, itu terhitung sejak September 2024 lalu. Ia lulusan seleksi penerimaan:peserta program beasiswa sawit tahun 2024.
Program beasiswa itu sendiri didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang belakangan berubah nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Linggo Sari Baganti, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), pada tahun 2022, semula Hanif ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
"Saya membidik dua perguruan tinggi negeri di Sumbar," kenangnya. Tapi untuk berkuliah itu Hanif menargetkan melalui fasilitas Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"Tapi saya gagal," sambungnya. Sementara berkuliah melalui jalur regular Hanif kurang berminat. Selain berat di ongkos, juga tidak ada jaminan kerja yang pasti.
Karena setelah tamat SMA tahun 2022 itu Hanif menetap di kampung, yaitu di Kenagarian Punggasan, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Pessel, Sumbar; tidak pelak Hanif harus mengikuti irama hidup warga yang sekampung dengannya.
"Yang jelas, tidak ada pekerjaan saya yang pasti ketika itu,":tandasnya. Hanif juga enggan pergi merantau, sebagaimana layaknya kebiasaan sebagian besar anak muda di Minangkabau.
Kendati pun demikian, tempo-tempo Hanif mengisi waktu kosong dengan membantu orangtua. "Saya sering ikut Ayah melaut untuk mencari ikan," ujar anak sulung dari empat bersaudara ini.
Untuk menghidupi keluarganya, Ayah Hanif memiliki profesi ganda. Selain menjadi nelayan, juga berkebun dengan menanaman komoditas kelapa sawit.
Untuk menjadi nelayan, Ayah Hanif memiliki sebuah payang (sejenis perahu). Dengan payang itulah Hanif menemani orangtuanya mengharungi lautan luas untuk menangkap ikan.
Ayah Hanif juga punya sebidang kebun sawit, yang lokasinya tidak jauh dari rumah tempat tinggal keluarga itu. "Saya juga sering diajak Ayah ke kebun sawit, misalnya membantu beliau panen," sambungnya.
Setelah sekitar dua tahun usai menamatkan SMA, tepatnya di 2024 lalu, Hanif menerima informasi soal rekrutmen peserta program beasiswa sawit yang didanai oleh BPDPKS.
Hanif tertarik ikut seleksi tentunya bukan tanpa sebab. Pertama, menurut Hanif, karena yang akan diikuti adalah program beasiswa, diniscayakan akan sangat banyak kelonggaran, terutama di segi pembiayaan.
Apalagi, menurut Hanif, dalam kapasitasnya sebagai anak sulung di tengah keluarga, terasa riskan membebankan sepenuhnya biaya berkuliah pada orangtua. "Adik-adik tentu juga butuh pendidikan," alasannya.
Bahwa beasiswa itu untuk program pendidikan kelapa sawit, menurut Hanif, merupakan daya tarik tambahan bagi dirinya. Sebab, menurut Hanif, sejak kecil ia telah mengenal kelapa sawit.
Punggasan, nagari tempat Hanif lahir dan dibesarkan, merupakan perkampungan sawit. "Memang ada masyarakat yang bermata pencarian lain seperti nelayan, tapi yang dominan adalah petani sawit," ungkapnya.
Pada akhirnya, Hanif berhasil menjalankan rangkaian seleksi yang telah digariskan, dan dinyatakan lulus. Penyelenggara program kemudian menempatkan Hanif berkuliah di AKPY sejak September tahun lalu.
Langsung Bekerja
Dijadwalkan akan menyelesaikan program D1 di AKPY tahun ini juga, Hanif sudah memancang tekad untuk langsung masuk ke dunia kerja. "Untung-untung diterima," harap pria kelahiran tahun 2003 ini. "Mohon doanya, ya."
"Untuk mencari pengalaman," ungkapnya, saat ditanya tujuan langsung bekerja setelah tamat AKPY. Tapi Hanif menggariskan dia merencanakan terlibat di dunia kerja untuk jangka waktu tertentu saja.
Sebab, menurut Hanif, keterlibatannya menuntut ilmu sawit di AKPY punya tujuan tersendiri. "Saya ingin mengelola dan mengembangkan perkebunan milik orangtua yang ada di kampung," bebernya.
Menurut Hanif, karena keterbatasan modal dan kemampuan teknis, kebun sawit milik orangtuanya itu jauh dari sentuhan teknologo. "Kalau hasilnya tidak.memadai, bisa dimaklumi," ungkapnya.
Hanif yakin, bila kebun sawit milik orangtuanya dikelola sesuai dengan ilmu pertanian modern, hasil yang diperoleh akan jauh di atas yang diperdapat selama ini.
Dan realitas semacam itu, menurut Hanif, bukan hanya terjadi di kebun sawit milik orangtuanya, tapi juga di sebagian besar kebun kelapa sawit masyarakat yang sekampungnya.***