
Sandi Anggara saat menjalani praktek dalam kapasitas sebagai mahasiswa AKPY. Foto: Dok. Pribadi
SANDI Anggara adalah "sesuatu yang lain." Suasana seperti itu terekam saat Sandi --demikian ia akrab disapa-- menjalani hari-hari awal sebagai mahasiswa Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) untuk program studi (Prodi) Pembibitan Kelapa Sawit untuk program diploma satu (D1).
Dinyatakan lulus program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) --belakangan berubah menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP)-- pada 2024, Sandi ditempatkan berkuliah di AKPY sejak September 2024 lalu.
Sandi mengenang, setidaknya ada dua faktor yang membuat dirinya agak terasa "asing" di lingkungan barunya itu. Pertama, menurut Sandi, karena ia berasal dari Kota Solo di Provinsi Jawa Tengah (Jateng). "Keluarga saya menetap di pusat kota," ucapnya.
"Kan terbilang jarang anak kota berkuliah di sini," ujarnya. Sepanjang cerita yang didengar, menurut Sandi, sebagian besar mahasiswa di kampus itu merupakan anak petani kelapa sawit, atau anak yang ada sangkut-pautnya dengan sawit.
"Makanya, ketika hari-hari awal berkuliah, banyak tenaga pengajar yang kaget dan seakan tidak percaya saya yang anak kota berkuliah di sini," sambungnya.
"Kekagetan" sejumlah tenaga pengajar AKPY tentang Sandi makin bertambah setelah mengetahui latar belakang pendidikan menengah pria kelahiran tahun 2005 ini.
Kalau sebagian besar mahasiswa di sana berpendidikan menengah SMA, MAN atau SMK, Sandi juga berbeda. Memang dari SMK juga, tapi SMK Penerbangan. "Saya lulusan SMK Penerbangan Bina Dirgantara Solo tahun 2023," sebutnya.
"Mendapati latar belakang pendidikan saya dari SMK Penerbangan, banyak juga di antara tenaga pengajar yang terheran-heran," kenang Sandi. "Kok bisa kamu masuk ke sini?" ujar Sandi, mengulangi spontanitas sejumlah dosennya.
Kalau pihak tenaga pengajar menganggap Sandi "asing," Sandi juga merasakan hal yang sama, terutama soal mata kuliah yang hampir tidak pernah lepas berkutat dari persoalan sawit ke sawit.
"Sebelumnya mana kenal saya dengan sawit," akunya. Menetap di kawasan perkotaan, di kota kelahiran Presiden RI ke-7 Joko Widodo, hari-hari Sandi hampir tidak mengenal jenis tanaman perkebunan yang satu itu.
"Saya baru tahu dengan sawit ketika nenjenguk Bapak di Kalimantan Timur (Kaltim) sekitar setahun yang lewat," ujarnya. Di Kaltim, Ayah Sandi yang pensiunan TNI menjadi tenaga pengamanan di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Menurut Sandi, ketika di Kaltim itulah ia diperkenalkan lebih dekat oleh Ayahnya dengan sawit. "Ada seminggu saya di sana, dan beberapa hari di antaranya diajak Ayah untuk mengenali sawit," kenangnya.
Saking awamnya dengan sawit, menurut Sandi, sampai ia hampir tidak mengenal istilah yang identik dengan sawit. Misalnya dodos, tandan buah segar (TBS), egrek, dan lainnya, "Mana saya tahu hal-hal begituan," akunya
Tapi, karena sudah menetapkan pilihan berkuliah di AKPY, menurut Sandi, segala keterbatasannya akan diupayakan untuk diminimalisir. "Memang tidak mudah, tapi kan tidak ada yang tidak mungkin kalau kita mau," tandasnya.
Pada gilirannya, setelah sekitar tujuh bulan berkuliah di AKPY, sejumlah kekurangan yang ia rasakan selama ini secara perlahan sudah bisa ditutupi. "Bahkan, jujur saja, saya sudah mulai mencintai sawit," katanya.
"Ternyata sawit tanaman yang sangat menjanjikan, tidak seperti yang saya duga selama ini," katanya. Kenapa? "Karena begitu banyak kebutuhan sehari-hari anak manusia yang tergantung dengan kelapa sawit," sambung Sandi.
Gagal Masuk TNI-AU
Mengilas-balik ke belakang, awalnya setelah tamat SMK Penerbangan tahun 2023, Sandi ingin ikut jejak Ayahnya yang mendedikasikan diri sebagai prajurit TNI -- sejak beberapa waktu belakangan sudah purnatugas.
Tapi karena gagal masuk TNI --tepatnya TNI-AU-- karena faktor kesehatan, Sandi mengubah langkah dengan berkuliah di Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Jurusan Keperawatan. "Masuk Unjani itu juga bagian upaya saya untuk jadi prajurit TNI," katanya.
Setelah menjalani perkuliahan selama tiga semester di Unjani, Sandi berkesempatan menjenguk Ayahnya di Kaltim. "Saya jenguk Ayah karena kangen lantaran sudah lama tidak ketemu," ujarnya.
Dalam kesempatan pertemuan itu, Sandi sempat juga mendiskusikan langkahnya soal bagaimana idealnya untuk mempersiapkan masa depan. Kendati sudah tiga semester berkuliah di Unjani, Sandi mengaku langkah itu belumlah mantap-mantap amat
Sang Ayah memang memberikan pandangan-pandangan yang dibutuhkan, laiknya orangtua terhadap anaknya. "Tapi pada akhirnya semuanya diserahkan ke saya, karena sayalah yang akan menjalaninya," sebut Sandi.
Hanya seminggu bersama sang Ayah di Kaltim, Sandi balik lagi ke kampung halamannya di Solo. Ketika kembali berada di Solo inilah Sandi menerima informasi soal program beasiswa sawit yang didanai BPDPKS
Sandi mengaku langsung tertarik untuk mengadu peruntungan melalui program itu karena peluang kerjanya yang hampir terjamin. "Di zaman seperti sekarang ini, tidak banyak program pendidikan yang menjamin lulusannya dapat kerja setelah tamat," katanya.
Ditambah dukungan dari orangtua dan saudara, makin menbulatkan tekad Sandi untuk ikut seleksi. Selanjutnya menpersiapkan diri sematang mungkin untuk menjalani tes, sampai kemudian Sandi dinyatakan lulus.
Terhitung sejak September 2024, Sandi sudah resmi menyandang status baru sebagai mahasiswa AKPY yang kampusnya berlokasi di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, itu.***h