Berita > Persona
Sempat Belajar Menjahit di Solo, Nasar Al Mazin Putuskan Mendalami Ilmu Kelapa Sawit di AKPY

Nasar Al Mazin mejeng di antara pohon-pohon kelapa sawit. Foto: Dok. Pribadi
PERJALANAN hidup anak manusia terkadang sulit direka. Apa yang saat ini sedang dijalani belum tentu sesuai dengan yang direncanakan. Nasar Al Mazin, satu misal, telah membuktikan hal itu.
Setelah menamatkan pendidikan menengah di SMAN 2 Plakat Tinggi di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), pada 2023 lalu, Nasar --panggilan akrabnya-- memutuskan merantau ke Solo, Provinsi Jawa Tengah (Jateng).
"Saya ikut dengan kerabat di kota itu," ungkapnya. Di Solo, Nasar menetap di rumah saudara dari salah seorang orangtuanya. "Dia pula yang mengajarkan saya menjahit," ungkapnya.
Belajar menjahit pakaian pria dan perempuan, menurut Nasar, kelak kalau sudah mahir keterampilan tersebut diharapkan menjadi andalan perekonomiannya dalam menyongsong dan menjalani masa depan.
Tapi, sebuah informasi yang diterima Nasar ketika berada di Solo pada tahun 2024 lalu itu mampu menggeser sikap dan pandangan Nasar tentang pilihan dalam menghadapi masa depan.
"Saya diinformasikan oleh seorang kakak kelas ketika di SMA dulu tentang peluang berkuliah melalui program beasiswa," ujar pria kelahiran tahun 2005 itu.
Program beasiswa dimaksud, sambung Nasar, merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) petani kelapa sawit yang pendanaannya ditanggung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) -- belakangan berubah nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Menurut informasi yang diterima Nasar kala itu, para peserta yang dinyatakan lulus akan ditempatkan berkuliah di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia yang menyelenggarakan program studi (Prodi) kelapa sawit.
"Sebenarnya pada tahun 2023 lalu saya juga sudah mendengar tentang program tersebut, tapi belum begitu tertarik," ungkap Nasar.
Tapi di 2024, ketika kembali mendapat informasi soal program yang sama,, Nasar mengaku mulai tertarik.
Nasar menghubungkan ketertarikannya dengan realitas yang ia temui di kampung halamannya. Yaitu di Desa Suka Damai, Kecamatan Plakat Tinggi, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Dijelaskan, sebelum dulu berangkat ke Solo buat mengadu nasib, Nasar sudah mendapati kenyataan di kampungnya soal sejumlah anggota masyarakat di sana yang sudah mulai melakukan kegiatan alih fungsi lahan.
Tanaman karet yang sebelumnya mendominasi lahan-lahan perkebunan masyarakat di desa itu, oleh para pemiliknya digantikan dengan komoditas baru, yaitu kelapa sawit.
Termasuk di antaranya lahan milik orangtua Nasar, yang komoditasnya juga sudah diganti dengan kelapa sawit. "Saya malah sempat dulu bantu-bantu Bapak di kebun sebelum berangkat ke Solo," bebernya lagi.
Realitas yang terjadi di kampung halamannya itu telah menyeret pemikiran Nasar pada satu pertanyaan: sebegitu menarikkah tanaman kelapa sawit sehingga masyarakat yang sedesa dengannya memilih berbondong-bondong membudidayakan tanaman itu?
Pertanyaan seperti itu terus mengiang-ngiang di pikiran Nasar sampai ia kembali menerima informasi soal program beasiswa sawit yang didanai oleh BPDP.
"Menarik juga nih," kata hatinya, kala itu. Nasar kemudian memutuskan untuk ikut seleksi penerimaan calon peserta program beasiswa sawit yang didanai BPDP.
Tekad Nasar makin kuat untuk ikut seleksi setelah mendapat dukungan penuh dari kedua orangtua dan saudara-saudaranya.
Di saat Nasar menjalani serangkaian seleksi yang telah digariskan oleh penyelenggara langsung dari Solo, pada saat bersamaan Ayahnya membantu menyiapkan sejumlah persyaratan administratif dari Sumsel.
Setelah usai menjalani tes progran beasiswa sawit BPDPKS di Solo, Nasar memutuskan untuk mudik ke Sumsel. Ketika kembali berada di kampung halaman itulah diumumkan nama-nama peserta yang dinyatakan lulus.
Nama Nasar ada di antara nama-nama yang dinyatakan lulus itu. "Saya merasakan kebanggaan dan kebahagiaan yang tidak terkira," ujar Nasar mengomentari kelulusannya.
Kendati telah dengan sepenuh hati menyiapkan diri untuk ikut tes, Nasar tetap ragu bisa lulus. "Persaingannya ketat sekali." Tambahan lagi, menurut Nasar, sejauh ini ia belum mengenali kelapa sawit secara mendalam.
Yang lebih bangga dan berbahagia adalah kedua orangtuanya, yang sejak awal juga ragu Nasar akan mampu melewati lubang jarum itu. "Berkali-kali saya dengar mereka berucap syukur," katanya.
Oleh penyelenggara program, Nasar ditempatkan berkuliah di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) program studi (Prodi) Pembibitan Kelapa Sawit untuk program diploma satu (D1).
Dimulai sejak September tahun lalu, sejauh ini Nasar sudah menjalani perkuliahan sekitar enam bulan di perguruan tinggi yang kampusnya beralamat di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, itu.
"Sekarang sedang mempersiapkan diri untuk magang," ungkapnya. Dijadwalkan pertengahan Mei mendatang Nasar bersama dengan sejumlah tekan seangkatannya akan menjalani magang selama tiga bulan.***