https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Mata Agus Hartoyono Makin "Terbuka" Soal Sawit Setelah Berkuliah di AKPY

Mata Agus Hartoyono Makin "Terbuka" Soal Sawit Setelah Berkuliah di AKPY

Agus Hartoyono sedang praktek bersama para rekan sejawatnya sesama mahasiswa AKPY. Foto: Dok. Pribadi

AGUS Hartoyono mengaku matanya baru "terbuka" lebih lebar soal kelapa sawit setelah berkuliah sekitar enam bulan di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) Prodi Pemeliharaan Kelapa Sawit untuk program Diploma Satu (D1).

"Ternyata soal perkelapasawitan dalam banyak hal tidak sesederhana seperti yang saya kira selama ini," ujar Agus --panggilan akrab Agus Hartoyono-- melalui sambungan telepon, Selasa (18/2/2025) siang.

Karena terlahir di tengah keluarga petani sawit di Desa Kusau Makmur, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau; Agus mengaku sejak kecil sudah "akrab" dengan jenis tanaman perkebunan yang satu itu.

"Ketika kecil dulu saya sering diajak Bapak ke kebun," kenangnya. Ayah Agus punya sekitar empat hektar kebun sawit yang berlokasi di desa itu, yang dibangun secara mandiri 

Saat diajak ke kebun ketika kecil itu, Agus dilibatkan dalam banyak hal oleh orangtuanya terkait pengelolaan kebun. Misalnya, diiikutkan dalam membangun jalan dan jembatan di tengah kebun dan lainnya.

Dengan kata lain, menurut Agus, sawit bukan termasuk benda yang asing bagi dirinya. Tapi, diakui Agus, pengenalan dirinya soal sawit saat itu baru di permukaan saja.

Dalam soal penanaman satu misal, menurut Agus, ketika kecil dulu itu sama sekali tidak pernah terpikir oleh dirinya soal jarak tanam. "Semakin banyak batang sawit yang ditanam, tentu hasilnya akan semakin banyak," pikirnya kala itu.

Begitu pun soal pembibitan, menurut Agus, yang dulu terpikir olehnya merupakan sebuah proses yang sederhana. "Buah sawit dijadikan bibit, setelah pada batas waktu tertentu dipindahkan ke kebun. Selesai," tambahnya.

Rentang waktu sekitar enam bulan berkuliah di AKPY yang kampusnya berlokasi di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, itu telah meluruskan sejumlah kekeliruan pemahaman Agus soal kelapa sawit.

Dalam soal jarak tanam satu misal, menurut Agus, ilmu perkebunan modern telah mengatur jarak tanam sedemikian rupa, buah dari serangkaian penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis.

"Jarak tanam yang ideal dari satu batang ke batang yang lain adalah 9 x 7,8 meter," ungkapnya. Dengan kata lain, urai Agus, dalam satu hektar kebun, jumlah batang sawit yang ditoleransi hanya maksimal 145 batang.

Jarak tanam diatur sedemikian rupa, sambung anak kedua dari lima bersaudara tersebut, dalam upaya terpenuhinya nutrisi dan pencahayaan bagi tanaman sawit.

Begitu pun soal pembibitan, menurut Agus, ilmu yang diperoleh di bangku kuliah telah mengajarkan proses yang benar, dan tidak dilakukan secara asal-asalan seperti yang ia ketahui selama ini.

Menurut Agus, baik pola tanam atau proses pembibitan --termasuk pemupukan, pembuatan drainase, dan lainnya-- pada tanaman kelapa sawit erat kaitannya dengan tingkat produktifitas tanaman.

"Pantas saja kebun sawit milik orangtua saya hampir tidak pernah mendapatkan hasil maksimal karena pengelolaannya belum menerima sentuhan teknologi modern," ucapnya.

Makanya, menurut Agus, bila kelak telah menyelesaikan program D1-nya di AKPY, bukan tidak mungkin ia akan balik kampung ke Kampar, antara lain dengan mengusung misi untuk membenahi perkebunan sawit milik orangtuanya.

"Awalnya sempat terpikir bekerja di perusahaan sawit di luar Riau setelah tamat AKPY nanti," ungkap Agus. Tapi oeangtua dan sejumlah saudaranya agak keberatan dengan rencana Agus itu.

"Mereka ingin aku pulang kampung," ucapnya. Ada dua opsi yang ditawarkan ke Agus bila balik ke Kampar. Yaitu, melamar untuk bekerja di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di daerahnya 

"Saya juga diminta untuk mengelola dan mengembangkan perkebunan sawit milik orangtua," tambahnya. Dengan bekal ilmu sawit yang dimilikinya, menurut Agus, kebun itu diharapkan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Secara Tidak Sengaja

Setelah menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN 2 Tapung Hulu Jurusan IPS tahun 2024, semula Agus ingin berkuliah secara regular dengan masuk ke Universitas Riau (Unri) di Pekanbaru.

"Saya ingin masuk ke Fakultas Hukum," ujarnya, mengenang. Pada saat sedang mempersiapkan sejumlah persyaratan untuk masuk Unri itu, Agus mendapat informasi soal program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) -- belakangan berubah nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Agus mengaku langsung tertarik untuk ikut tes program tersebut karena sejumlah alasan. "Terutama karena saya berasal dari keluarga petani sawit, dan sejak kecil sudah mengenal tanaman tersebut," bebernya 

Alasan lain, menurut Agus, setelah ia pelajari secara saksama, calon perguruan tinggi tempat ia direncanakan berkuliah sudah terakreditasi. "Dengan tenaga pengajar yang kompeten lagi," ulas pria kelahiran tahun 2005 itu.

Hanya sekali ikut tes, Agus dinyatakan lulus untuk masuk program beasiswa sawit BPDPKS. Sejak September 2024 lalu, Agus sudah menjalani proses perkuliahan di kampus AKPY.***
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS