Berita > Persona
Bisa Ikut Program Beasiswa Sawit BPDPKS Setelah Lia Berhasil Meyakinkan Ibunya bahwa Ia Bisa Jaga Diri

Aprillia Dwi Lestari saat menjalani praktek dalam kapasitas sebagai mahasiswi AKPY. Foto: Dok. Pribadi
APRILLIA Dwi Lestari mengaku menghadapi tantangan tersendiri untuk ikut program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang belakangan berubah nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
"Awalnya Ibu agak keberatan saya untuk ikut program tersebut," ujar Lia --panggilan akrab Aprilia Dwi Lestari-- mengenang. "Maklum, saya kan satu-satunya anak perempuan di tengah keluarga," tambah anak bungsu dari dua bersaudara tersebut.
Bukan sang Ibu tidak menginginkan puterinya untuk maju dan berkembang, "Terlebih Ibu mencemaskan keselamatan saya bila berjarak terlalu jauh dengan dirinya, Ayah, dan dengan seorang saudara laki-laki saya."
Maklum, menurut gadis kelahiran tahun 2006 yang keluarganya menetap di Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara (Sumut), itu seumur-umur sang Ibu belum pernah berjarak terlalu jauh dengan dirinya.
"Beliau takut saya kenapa-kenapa di negeri orang," ungkap Lia. "Kalau saya sempat kenapa-kenapa di rantau orang, siapa yang akan menolong karena kita berjarak terlalu jauh," beber Lia, mengulangi ungkapan kekhawatiran ibunya.
Sejatinya, sebagai seorang anak, Lia memaklumi kecemasan sang Ibu. Sesuatu yang sangat manusiawi, menurut Lia, karena yang namanya Ibu ingin selalu sang anak berada di dekatnya, dalam kondisi apa dan bagaimana pun juga.
Tapi, sebuah peluang yang baru didengarnya kala itu, benar-benar mendorong hasratnya untuk ikut. "Teramat sayang kalau peluang seperti ini tidak dijajaki, padahal saya punya kesempatan untuk itu," tambahnya
Peluang dimaksud adalah program beasiswa sawit BPDPKS yang sedang merekrut peserta pada 2024 tersebut. Informasi tersebut diperoleh Lia dari Ayah dan pamannya. Ayah Lia sehari-hari tercatat sebagai karyawan di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Aek Kotanopan.
"Baik Ayah atau pun Paman sama-sama ngotot menyarankan saya untuk ikut program itu," sambungnya. Mereka, menurut Lia, memaparkan aneka kemudahan dan keringanan bila dinyatakan lulus dan menjalani program tersebut.
"Hanya tinggal mempersiapkan diri dan membawa koper," ungkap Lia, mengulangi ucapan pamannya. Dengan kata lain, menurut Lia, tidak direpotkan urusan pembiayaan karena segala sesuatunya sudah disiapkan oleh penyelenggara program.
Menurut Lia, ia tertarik ikut program itu, selain dilahirkan dan dibesarkan di tengah keluarga yang menggantungkan sumber nafkahnya dari kelapa sawit; Lia juga ingin berkuliah tanpa terlalu membebani orangtuanya secara finansial.
Menurut Lia, kendati orangtuanya tidak pernah ia dengar mengeluhkan soal biaya pendidikannya, "Kalau ada peluang untuk itu, tidak ada salahnya untuk direbut," ucapnya. Sebab kalau berhasil, menurut Lia, akan menjadi bagian dari upayanya untuk mengabdi kepada orangtua.
Sejumlah argumen yang mendasari Lia untuk ikut tes program beasiswa sawit pada gilirannya bisa diterima oleh sang Ibu. "Yakinlah, Bu, kalau kelak diterima dan menjalani program, Lia bisa menjaga diri di negeri orang," ujar Lia saat meyakinkan ibunya.
Restu ibu itu pula yang kemudian menjadi sumber motivasi tersendiri bagi Lia untuk menghadapi dan menjalani tes. "Saya makin fokus mempersiapkan diri untuk menjalani serangkaian tes," kenangnya.
Sejumlah medium yang ada dimanfaatkan Lia sebagai sarana untuk mempersiapkan diri sebelum menjalani tes. "Ada sekitar dua bulan saya totalitas belajar, tidak kenal siang atau malam, pagi atau sore," ungkapnya.
Tekad Lia untuk lulus program tersebut semakin betambah kuat manakala Lia mengingat upayanya berkuliah melalui jalur regular yang ia jajaki sebelumnya kandas.
Ya, sebelum mendengar informasi soal program beasiswa sawit BPDPKS tersebut, Lia ingin berkuliah melalui jalur regular. Ada dua perguruan tinggi yang ia bidik, yaitu untuk disiplin ilmu komputer dan gizi.
Langkah tersebut ditempuh Lia setelah menamatkan pendidikan menengah di MAN 4 Medan jurusan IPA. Jenjang pendidikan menengah diselesaikan Lia tahun 2024 lalu.
Kembali ke "Habitat"
Dinyatakan lulus tes, Lia sejak September 2024 lalu ditempatkan berkuliah di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarra (AKPY) Prodi Pembibitan Kelapa Sawit untuk program diploma satu (D1).
"Saya serasa kembali ke 'habiat'," kata Lia, menyoal penempatannya berkuliah dI AKPY yang kampusnya berlokasi di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta itu.
Kendati sebelum berkuliah di Yogyakarta menjalani hari-hari di Kota Medan, tapi Lia tidak menampik bahwa ia bersama keluarganya menggantungkan hidup dari tanaman kelapa sawit
Ayahnya, menurut Lia, selain tercatat sebagai karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit, juga memiliki kebun sendiri. Begitu pun sejumlah kerabatnya, baik dari pihak atau pun pihak ibu, juga menggantungkan hidup dari sawit.
Kendati mengaku sebelumnya tidak pernah membayangkan akan berkuliah di "kampus sawir," realitas yang kini dihadapi Lia terima sebagai jalan hidup yang mesti ia lakoni dengan bersungguh-sungguh.
Dan Lia mengaku hal itu bukan sebagai pilihan yang keliru. Malah sebaliknya, Lia bahkan berani mengklaim bahwa memilih mendalami sawit merupakan pilihan terbaik untuk mempersiapkan masa depan.
Pertimbangannya, menurut Lia, semakin tinggi tingkat kebutuhan dan ketergantungan umat manusia terhadap tanaman perkebunan jenis yang satu itu, maka sawit akan mendapat segmen pasar yang semakin luas pula.***