
Sheare Natalia Putri. Foto: Dok. Pribadi
HANYA satu yang terpikir oleh Sheare Natalia Putri ketika masih duduk di bangku SMA, yaitu ia ingin segera masuk ke dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya. "Kerja apa saja, yang baik tentunya," ujar Natalia, panggilan akrabnya.
Tidak ada arahan --apalagi paksaan-- dari kedua orangtua, melainkan niat seperti itu muncul dari kesadaran diri Natalia sendiri. "Orangtua jelas mengharapkan anak-anaknya untuk bersekolah setinggi mungkin," ujar Natalia, mengenang.
Kendati saat itu Ayahnya hanya seorang karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit, menurut Natalia, tapi sang Ayah tetap menghendaki pendidikan anak-anaknya jauh lebih baik dari dirinya sendiri.
Justru Natalia yang mengaku "tahu diri." Sadar sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, di mana dua adiknya masih duduk di bangku sekolah menengah, Natalia berpikir untuk mengambil langkah "mengalah."
Dijelaskan, bila ia bisa masuk dunia kerja setelah tamat SMA, diharapkan tidak akan memberatkan kedua orangtuanya secara finansial. "Lebih bersyukur lagi saya bisa membantu meringankan beban orangtua dalam menyekolahkan adik-adik," ungkap Natalia.
Rencana seperti itu muncul di pikiran Natalia saat menjalani tahun-tahun terakhir duduk di bangku SMA Negeri Tapung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Natalia sendiri menetap di Desa Indra Sakti di daerah yang sama.
Ketika menamatkan SMA di tahun 2023, ada terbersit sedikit keinginan untuk berkuliah karena ia termasuk lulusan berprestasi. Perguruan tinggi yang disasar adalah Universitas Riau di Pekanbaru.
Tapi, lagi-lagi Natalia mengurungkan niatnya berkuliah, lebih memilih masuk ke dunia kerja. "Nanti kalau sudah bekerja, bolehlah dipertimbangkan untuk berkuliah," kata hatinya kala itu.
Tapi, dalam situasi seperti itu, ungkap Natalia mengenang, ada abang dari seorang temannya yang menginformasikan soal peluang beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) -- belakangan berganti nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Abang temannya itu, menurut Natalia, adalah alumnus program serupa. Juga menjalani pendidikan di Yogyakarta, abang teman Natalia tersebut sudah berhasil menyelesaikan pendidikannya
Mendapat penjelasan detail soal program beasiswa sawit yang dibiayai oleh BPDPKS, "Terus terang saya langsung tertarik," bebernya. "Misi yang dijalankan program itu selaras dengan kondisi saya," ujarnya.
Sebab, menurut Natalia, pada dasarnya ia juga ingin berkuliah setelah tamat SMA, sama dengan sebagian besar rekan seangkatannya. Tapi oleh karena mempertimbangkan kondisi orangtuanya, Natalia rela "mengubur" keinginannya.
Program beasiswa sawit yang didanai BPDPKS, seperti yang ditawarkan oleh abang temannya, seakan memberi solusi dari persoalan yang tengah dihadapi oleh Natalia kala itu.
"Saya kemudian membulatkan tekad untuk ikut program itu," sambungnya. Bersama dua rekan yang punya keinginan yang sama dengan dirinya, Natalia terlibat belajar kelompok dengan abang temannya itu sebagai pembimbing.
"Ada tiga bulan kami belajar berkelompok, sejak Maret sampai Mei 2024," tambahnya. Semua materi soal sawit diajarkan secara tuntas, termasuk materi-materi yang kemungkinan akan diujikan.
Kendati lahir dan besar di perkampungan sawit, Natalia mengaku awalnya sama sekali tidak memiliki ketertarikan terhadap tanaman itu. Oleh karena keinginanan yang kuat untuk lulus program beasiswa sawit, Natalia memaksakan diri untuk suka
Pada akhirnya, upaya Natalia belajar totalitas soal sawit membuahkan hasil yang diharapkan. Dari tiga orang yang sama-sama belajar berkelompok dengannya, hanya Natalia yang dinyatakan lulus.
"Orangtuaku senang banget," kata Natalia, saat menyampaikan kabar baik itu pada kedua orangtuanya. "Mereka benar-benar tidak menyangka saya bisa lulus," sambungnya.
Oleh penyelenggara program, Natalia ditempatkan berkuliah di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) program studi (Prodi) Pembibitan Kelapa Sawit untuk program diploma satu (D1).
Mulai Cinta
Setelah berkuliah sekitar enam bulan di AKPY, Natalia yang dulunya mengaku sama sekali tidak tertarik, secara perlahan tapi pasti sudah mulai tumbuh rasa cinta di hatinya terhadap.kelapa sawit.
Rasa ketertarikan Natalia terhadap sawit semakin bertambah besar manakala usai menjalani learning factory (LF) di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) selama sekitar dua pekan, beberapa waktu yang lalu.
Melalui LF, menurut Natalia, ia diajarkan banyak tentang kelapa sawit, baik secara teori maupun. "Oleh para tenaga pengajar yang saya akui kompeten di bidangnya," ucap Natalia.
Melalui LF pula, menurut Natalia, serangkaian pekerjaan di sekitar sawit yang tampak di permukaan tergolong berat dan melelahkan, "Tapi setelah dijalani dengan sepenuh hati, rasanya kok asyik asyik aja."
Tidak berlebihan bila Natalia kemudian menyatakan, "Kenapa rasa cintaku pada sawit baru muncul belakangan ini?" tanyanya. "Coba kalau sudah mulai muncul dari dulu."***