https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Susahnya Irfan Meyakinkan Sang Ibu Saat Ikut Tes Penerimaan Calon Peserta Program Beasiswa Sawit BPDPKS

Susahnya Irfan Meyakinkan Sang Ibu Saat Ikut Tes Penerimaan Calon Peserta Program Beasiswa Sawit BPDPKS

Muhammad Irfan Sulthoni saat praktek lapangan bersama sejumlah rekannya sesama mahasiswa AKPY. Foto: Dok. Pribadi

MUHAMMAD Irfan Sulthoni dihadapkan dengan persoalan tersendiri saat ia akan menjalani tes dan melengkapi persyaratan administratif untuk ikut program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) -- belakangan berubah nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

"Sepertinya Ibu lebih cenderung saya berkuliah melalui jalur regular saja," ungkap Irfan --panggilan akrab Muhammad Irfan Sulthoni-- menceritakan pengalamannya melalui sambungan telepon, Selasa (4/2/2025) malam.

"Ibu meminta saya mengambil program strata satu (S1) jurusan Informatika," tambah anak kedua dari tiga bersaudara, mengilas-balik pembicaraan dengan sang Ibu saat menentukan pilihan melanjutkan pendidikan setelah tamat SMA.

Sementara Irfan sejak duduk di bangku kelas II SMAN Megang Sakti sudah kepincut ikut program beasiswa sawit BPDPKS. Banyak pertimbangan Irfan untuk ngotot berkuliah dengan ditopang oleh program beasiswa itu.

Bahwa berkuliah melalui program beasiswa banyak mendapat keringanan di segi pembiayaan, itu sudah pasti. "Jangankan memberatkan, bukan tidak mungkin sekali-sekali kita bisa membantu orangtua melalui beasiswa yang diterima," bebernya.

Di tengah biaya berkuliah melalui jalur regular yang tergolong mahal, menurut Irfan, berkuliah melalui program beasiswa sawit BPDPKS merupakan sebuah pilihan yang sayang untuk dilewatkan.

Tapi ada pertimbangan Irfan yang lebih realistis lagi, yaitu peluang kerja. Dikatakan Irfan, karena berkuliah di kampus yang mengajarkan sawit merupakan ilmu terapan, peluang kerja bagi lulusannya relatif lebih terbuka.

Bukan tidak mungkin, menurut analisis Irfan, bukan alummus yang mencari pekerjaan, malahan perusahaan yang menguber alumnus sekolah perkelapasawitan untuk direkrut menjadi tenaga kerja atau karyawan.

Sementara, menurut Irfan, kalau berkuliah di jalur regular, siapa yang akan menjamin dapat pekerjaan setelah berhabis umur dan biaya berkuliah. "Sejak kapan pasar kerja di negeri ini 'ramah' dengan para pencari kerja?" tanyanya.

"Belum lagi pertimbangan gaji," ulas Irfan. Menjadi alumnus sekolah sawit yang direkrut bekerja oleh perusahaan, "Untuk gaji tingkat standar sekadar bisa memenuhi kebutuhan dasar hampir dipastikan bisa didapat," bebernya.

Sementara berkuliah melalui jalur regular, sepanjang yang Irfan tahu, dihadapkan dengan sejumlah persoalan. "Terutama terbatasnya peluang kerja justru di tengah tingkat persaingan yang sangat tajam," urainya.

Persoalan tidak hanya sampai di sana. Menurut Irfan, kalau lulus berkuliah melalui jalur rugelar, dan nasib baik diterima bekerja, "Belum tentu gaji pada tahap-tahap awal akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal," paparnya.

Semua pertimbangan itu dipaparkan Irfan secara detail kepada ibunya, dengan argumen yang logis dan realistis, sementara ayahnya manut saja dengan keputusan Irfan.

Tapi sang Ibu tampaknya belum bisa menerima sepenuhnya. Boleh jadi semua pertimbangan yang dikemukakan Irfan di atas ada benarnya, tapi masih ada satu lagi yang mengganjal.

"Bukankah yang sedang kamu sasar hanya untuk program diploma satu (D1)," cecar sang Ibu. "Sementara Ibu ingin kamu mengambil program strata satu (S1)," sambungnya 

Menjawab pertanyaan ini, Irfan mengatakan, "Itu langkah awal, Buk," ujarnya. "Yang penting, ambil dulu program beasiswanya, setelah itu dipikirkan untuk S1, bahkan S2 sekali pun."

Pada akhirnya sang Ibu mengalah, dan
merestui keputusan puteranya untuk ikut program beasiswa sawit BPDPKS. Karena Irfan masuk melalui jalur afirmasi, ia tidak melalui proses yang panjang untuk diterima.

Penyelenggara program kemudian menempatkan Irfan berkuliah di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) Prodi Pembibitan Kelapa Sawit untuk program D1. 

Sejak September tahun lalu, Irfan sudah mulai menjalani perkuliahan di kampus yang berlokasi di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, itu.

Didukung Lingkungan

Dilahirkan di Desa Lubuk Tua, Kecamatan Muara Kalingi, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), pada 2006 lalu, sejatinya Irfan adalah anak seorang petani sawit.

"Ayahku sudah lama menjadi petani sawit," akunya. Berkat pilihan ayahnya itu, menurut Irfan, mereka sekeluarga menikmati taraf penghidupan yang layak berkat kelapa sawit.

Tapi Irfan menampik kalau keluarganya sudah menjadi kaya karena kelapa sawit. "Belum sampai sejauh itu," katanya. "Tapi untuk hidup sederhana, cukuplah," tambah Irfan, yang enggan merinci luas areal perkebunan kelapa sawit yang dimiliki orangtuanya.

Bukan cuma orangtua Irfan, tapi sebagian besar warga Desa Lubuk Tua --tempat Irfan dilahirkan dan dibesarkan-- juga menjadikan tanaman kelapa sawit sebagai sandaran utama perekonomian mereka.

Tidak mengherankan, menurut Irfan, penyebaran informasi soal program beasiswa sawit yang didanai oleh BPDPKS cukup masif di desa itu. Bukan hanya aparat desa, menurut Irfan, pihak koperasi unit desa (KUD) setempat juga ikut menyebarkan.

"Bahkan penyebaran informasi tentang program beasiswa sawit BPDPKS bekerja sama dengan sebuah perusahaan swasta nasional yang beroperasi di daerah kami," ungkapnya.

Sementara Irfan sendiri mengaku sudah tertarik ikut program itu ketika masih duduk di bangku kelas II SMAN Megang Sakti, yang lokasi sekolahnya bisa ditempuh sekitar 40 menit dengan sepeda motor dari kediamannya. Pada tahun 2023 Irfan sudah menamatkan pendidikan menengahnya di SMA itu.

Makanya, ketika di 2024 program beasiswa sawit kembali dibuka, Irfan membulatkan tekadnya untuk ikut. Kendati susah payah meyakinkan, pada gilirannya Irfan berhasil mendapat izin dari ibunya untuk ikut program tersebut.

Karena melalui jalur afirmasi, "Saya tidak melalui proses yang ribet," kenangnya. Selain melengkapi persyaratan administratif yang diperlukan, "Saya hanya melalui satu kali wawancara untuk kemudian dinyatakan diterima," ungkap Irfan.

Seperti dikatakan dulu saat berupaya meyakinkan Ibunya, program D1 di AKPY 
merupakan langkah awal Irfan untuk mengenal ilmu tentang perkelapasawitan --sebuah disiplin ilmu yang sudah ia minati sejak lama.

"Setelah tamat D1 di AKPY ini saya mau terjun dulu ke dunia kerja," ungkapnya. Nanti setelah beberapa tahun bekerja, Irfan akan berupaya mencari beasiswa lagi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, S1.***

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS