https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Wahyudin Marta Punya Misi Tersendiri dengan Status "Mahasiswa Sawit" Instiper yang Tengah Disandangnya

Wahyudin Marta Punya Misi Tersendiri dengan Status "Mahasiswa Sawit" Instiper yang Tengah Disandangnya

Wahyudin Marta melakukan praktek pemetaan dalam kapasitas sebagai mahasiswa Instiper. Foto: Dok. Pribadi

WAHYUDIN Marta mengaku ikut menjadi saksi konversi lahan dari perkebunan karet ke kelapa sawit yang terjadi di daerah asalnya, Desa Gunung Medang Luar, Kecamatan Gunung Medang, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

"Seingat saya peristiwa tersebut terjadi di tahun 2021, usai bencana nasional Covid-19 melanda," ungkap Wahyu --panggilan akrabnya-- melalui sambungan telepon, Sabtu (1/2/2025) siang.

Menurut Wahyu, lahan masyarakat di desanya, yang dulunya ditanami karet, sebagian besar diganti oleh pemiliknya dengan tanaman sawit. "Karena mata masyarakat mulai terbuka bahwa secara analisa ekonomi usaha sawit jauh lebih menguntungkan dibandingkan karet," ungkap Wahyu.

Pertimbangan lain, menurut Wahyu, dari sisi ritme kerja. Dikatakan, tanaman karet menuntut pihak pengelola --atau pekerjanya-- harus hadir di kebun setiap hari untuk menderes karet agar bisa mendapatkan hasil.

"Mengelola kebun sawit ternyata cukup longgar dan fleksibel," urai Wahyu. Si pemilik atau pekerja cukup datang sekali satu atau dua minggu saja ke kebun untuk melakukan aktifitas yang diperlukan.

Di antara sekian banyak warga sedesanya yang melakukan konversi lahan dari karet ke sawit, menurut Wahyu, termasuk di antaranya orangtua Wahyu sendiri. "Dia ada punya sedikit (kebun sawit)," katanya.

Menurut Wahyu, di antara sekian hektar lahan masyarakat yang dikonversikan menjadi perkebunan sawit, sudah ada yang menghasilkan. "Tapi sebagian besar memang belum (menghasilkan)," tambahnya.

Apa kesimpulan yang bisa diambil Wahyu dari realitas yang terjadi di tengah masyarakat desanya? "Kemauan masyarakat yang kuat seyogianya diikuti dengan pendampingan agar kelak petani bisa mendapatkan hasil maksimal dari usaha yang baru ditekuni itu," saran Wahyu.

Karena sebagian besar petani di desanya melakukan konversi dengan dukungan modal yang minim, ditambah pengetahuan teknis yang terbatas, bukan tidak mungkin ada di antaranya yang asal tanam saja tanpa memperhitungkan tingkat produktifitas tanaman yang kelak akan dipetik.

Dengan kata lain, menurut Wahyu, di satu sisi ia menyatakan mengapresiasi atas kemauan dan semangat para petani untuk mengubah kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik.

"Tapi seyogianya mereka mendapat pendampingan, agar mereka bisa menerima bimbingan dan tuntunan soal faktor-faktor yang tidak mereka ketahui soal sawit, baik dari sisi budidaya atau pemasaran," terang Wahyu.

Terdorong oleh hasrat untuk ikut berbuat sesuatu yang bermanfaat --setidaknya untuk petani di desanya--, Wahyu punya rencana kelak akan kembali ke desanya setelah menuntut ilmu di Institut Pertanian Stiper (Instiper) yang berkampus di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saat ini Wahyu sudah duduk di semester VI Instiper Prodi Agroteknologi untuk program strata satu (S1). Wahyu mulai berkuliah di Instiper sejak Oktober 2022 melalui program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) -- yang belakangan berubah menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

"Banyak hal yang kelak bisa dilakukan di desa setelah memiliki bekal ilmu perkelapasawitan di Instiper," ungkap anak bungsu dari tiga bersaudara ini.

"Langkah pertama menyiapkan kelembagaan petani dengan membentuk kelompok tani," paparnya. Bila petani sawit sudah terikat dalam sebuah wadah, "Tinggal bagaimana wadah yang ada bisa dimanfaatkan untuk kepentingan petani itu sendiri," sebutnya.

Melalui wadah kelompok tani, menurut Wahyu, para petani bisa diarahkan untuk melakukan teknis budidaya dan tata cara pemeliharaan kelapa sawit yang baik, sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang itu.

Melalui wadah kelompok tani pula, menurut Wahyu, posisi tawar (bargaining position) para petani kelapa sawit diharapkan bisa diangkat sehingga petani tidak hanya menjadi objek permainan harga.

Info dari Kakak Ipar

Mengilas-balik ke belakang, setelah menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN 1 Gunung Medang Jurusan IPA pada tahun 2021, Wahyu tidak langsung membidik lembaga pendidikan tinggi dengan jalan ikut tes masuk universitas.

Langkah yang ditempuh Wahyu waktu itu adalah meneruskan usaha jualan secara online yang sudah ia rintis sejak duduk di bangku SMA. Merasa usahanya cukup maju, Wahyu kemudian mengembangkan diri dengan jalan merantau ke Bogor di Provinsi Jawa Barat untuk menekuni usaha serupa 

Oleh karena sesuatu dan lain hal, pada tahun itu juga Wahyu memutuskan untuk mudik ke Gunung Medang, meninggalkan usaha jualan secara onlinenya begitu saja di Bogor.

Saat kembali berada di kampung, Wahyu juga ikut trend yang terjadi kala itu, yaitu membuka usaha perkebunan kelapa sawit di atas lahan yang sebelumnya ditanami dengan karet.

Pada suatu ketika, saat masih berada di tanah kelahirannya, Wahyu mendapat informasi soal program beasiswa sawit yang didanai oleh BPDPKS. "Diberi tahu oleh kakak ipar," ujarnya mengenang.

Sang kakak ipar dimaksud, menurut Wahyu, merupakan alumnus program serupa dengan menjalani perkuliahan di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY).

Selain karena faktor sudah mulai mengenal sawit, bahkan sudah memulai usaha dengan membuka kebun sawit secara mandiri, Wahyu mengaku tertarik dengan program itu karena sejumlah fasilitas yang disediakan terhadap para peserta program.

Mengutip penjelasan kakak ipar yang sudah selesai menjalani program beasiswa, menurut Wahyu, para peserta yang dinyatakan lulus ditanggung semua pembiayaannya oleh penyelenggara program, yaitu BPDPKS.

"Mulai sejak pemberangkatan dari daerah asal ke tempat perkuliahan, biaya hidup dan biaya kuliah selama menjalani pendidikan, sampai biaya pemulangan setelah selesai kuliah, disediakan oleh penyelenggara program," urai Wahyu 

Tertarik dengan sejumlah fasilitas itu, membuat Wahyu totalitas mempersiapkan diri untuk menjalani serangkaian tes, termasuk mempersiapkan sejumlah persyaratan administratif yang dibutuhkan.

"Saya hanya belajar secara otodidak, dan tidak ada yang membimbing," ujarnya, mengenang. "Karena keinginan yang kuat untuk lulus, padahal pengetahuan saya soal sawit amat terbatas, konsekuensinya adalah belajar dan belajar," tandasnya 

Pada gilirannya, nasib baik memihak ke Wahyu. Ketika menjalani tes September 2022, ia dinyatakan lulus. Oleh penyelenggara program, Wahyu ditempatkan berkuliah di Instiper sejak Oktober 2022, yang sampai saat ini masih terus ia jalani.***
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS