
Ziana Batrysia Aceh tengah melakukan praktek pembibitan di AKPY. Foto: Dok. Pribadi
ZIANA Batrysia Aceh mengaku tidak mempedulikan jarak yang terbentang sangat jauh, jauh sekali... dipisahkan oleh selat, lautan dan gunung-gunung. Terhampar di antara dua pulau yang berbeda.
"Demi ilmu dan bekal masa depan, bagi saya hal itu sebagai sebuah keniscayaan yang harus dilalui," ungkapnya. "Untuk apa larut dengan romantisme, lebih baik berpikir dan bertindak realistis," tandasnya.
Itulah yang dialami Ziana --panggilan akrabnya-- sekitar enam bulan yang lalu. Saat itu Ziana harus bertolak meninggalkan kampung halamannya di Desa Alur Tani II, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Tempat yang dituju adalah Yogyakarta di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di daerah ini Ziana akan menjalani hari-hari sebagai mahasiswi Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) Jurusan Teknik Pembibitan Sawit untuk program D1.
Ziana ditempatkan berkuliah di daerah ini setelah dinyatakan lulus program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Kecillah (kalau soal berpisah) itu," ungkapnya melalui sambungan telepon, Kamis (23/1/2025). "Apalagi (berpisahnya) tidak terlalu lama," tambahnya.
"Bahkan untuk sebuah tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk menuntut ilmu," paparnya. "Bukankah perlu pengorbanan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan."
"Sesuatu" yang dimaksud Ziana adalah ilmu dan pengetahuan yang cukup tentang perkelapasawitan. Ziana yang selama ini hanya mengenal kelapa sawit dari kulit luarnya saja, berkeinginan untuk lebih jauh dari itu.
Makanya, menurut Ziana, kelak kalau telah menyelesaikan jenjang D1 di AKPY, untuk selanjutnya ia akan masuk ke dunia kerja. "Untuk menimba pengalaman sebanyak-banyaknya," ungkap Ziana.
Setelah merasa cukup, Ziana berencana untuk meninggalkan dunia kerja untuk sementara waktu dan kembali melanjutkan pendidikannya. "Target saya setidaknya menyandang gelar S1 di bidang perkelapasawitan," tambahnya lagi.
Lebih dari Cukup
Sebegitu menarikkah perkelapasawitan bagi seorang Ziana? Ia menjawab dengan satu kata: sangat. "Sawit telah memberikan lebih dari yang kami butuhkan sekeluarga," ungkapnya.
Di Aceh Tamiang sana, orangtua Ziana memiliki sejumlah hektar kebun kelapa sawit, baik yang diusahakan sendiri maupun kebun warisan. "Lumayanlah," jawab Ziana mengelak, saat ditanya luasan kebun sawit yang dimiliki orangtuanya.
.
Kebun sawit itu pula yang menjadi penopang utama perekonomian keluarga Ziana, yang membuat dirinya, saudara-saudaranya beserta kedua orangtuanya nyaris tidak pernah mengalami kesulitan dalam soal finansial.
Tidak sebatas mampu mencukupi kebutuhan dasar dan sejumlah kebutuhan lainnya, menurut Ziana, sawit juga mampu menyekolahkan diri dan saudara-saudaranya sampai ke tingkat yang layak.
"Bangga banget," ungkap Ziana, saat ditanya bagaimana perasaannya dengan menyandang status sebagai anak petani kelapa sawit.
Desa Alur Tani II di Aceh Tamiang sana, tempat Ziana lahir dan besar, merupakan sebuah perkampungan sawit. Sejauh-jauh mata memandang di kampung itu, yang terlihat terhampar hanya tanaman sawit.
Sama dengan sebagian besar warga sedesanya, perkebunan sawit yang kini dimiliki oleh orangtua juga hasil diusahakan sendiri, selain ada juga dari warisan. "Sawit warisan luasnya tidak seberapa," ungkap Ziana.
Info dari Kakak
Ziana mengaku mendapat informasi soal program beasiswa sawit yang didanai oleh BPDPKS dari kakak kandungnya yang nomor dua. Ziana sendiri merupakan anak ketiga dari empat bersaudara kandung.
"Kakak saya itu telah terlebih dahulu ikut program yang sama, yaitu untuk penerimaan tahun 2023, dan ditempatkan berkuliah di Medan, Sumut," terang Ziana.
Pada saat itu, setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, Ziana juga sedang mencoba peruntungan untuk tes masuk ke sejumlah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Berasal dari keluarga yang tergolong mampu, kenapa Ziana masih ngebet mengejar program beasiswa? "Fasilitasnya itu, yang jauh melebihi dari program-program beasiswa lainnya," kata Ziana.
Mengutip informasi dari kakaknya yang sudah lebih dahulu menjalani program itu, Ziana menjelaskan menjadi peserta program beasiswa sawit BPDPKS, fasilitas dan bantuan yang diterima lebih dari cukup. "Bahkan dikasih laptop," ujarnya
Hanya sekali ikut tes di tahun 2024 lalu dan langsung dinyatakan lulus. Kendati dari ujian masuk ke sebuah perguruan tinggi juga dinyatakan lulus, Ziana lebih memilih program beasiswa sawit untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi.
"Hitung-hitung memanfaatkan kesempatan untuk ikut meringankan beban orangtua," ujar Ziana berdalih. "Kendati pun mereka belum meminta untuk itu."
Tambahan lagi, menurut Ziana, AKPY memiliki banyak dosen dan praktisi yang hebat, yang tidak dimiliki oleh kampus lainnya.
Selain fasilitas yang "wah" dan ikut meringankan beban orangtua, menurut Ziana, yang juga menjadi penarik baginya karena peluang kerja bagi peserta program tersebut relatif lebih terbuka dibandingkan dengan berkuliah secara reguler.
"Saya juga melihat ke depan sektor sawit semakin cerah," imbuhnya. Berbagai temuan dan inovasi yang menghasilkan sejumlah produk turunan dari sawit, menurut Ziana, menambah tinggi tingkat ketergantungan umat manusia terhadap tanaman yang satu ini.***