Berita > Persona
Ardi Menjadi Saksi Perbaikan Kondisi Perekonomian Masyarakat Kampungnya Setelah Beralih ke Sawit

Ardinda Guspa Anggara saat berada di ruang praktek Polkam. Foto: Dok. Pribadi
ARDINDA Guspa Anggara menjadi saksi perubahan sumber ekonomi sebagian besar masyarakat di tanah kelahirannya menjadi petani kelapa sawit dari sebelumnya bergantung pada sejumlah komoditas lain seperti padi, karet, dan lainnya.
Dilahirkan di Nagari Kumbung, Kecamatan Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Provinsi Sumatera Barat (Sumbar); Ardi --panggilan akrabnya-- mengenang peristiwa itu bermula usai wabah Covid-19 melanda Indonesia.
"Saat itu harga sawit di pasaran melonjak tinggi, sampai Rp3.500/kg," kenang Ardi. Sementara sejumlah komoditas yang selama ini menjadi andalan perekonomian masyarakat setempat hampir tidak membawa perbaikan bagi penghidupan masyarakat.
"Masyarakat di kampung kami seakan dikomando beramai-ramai beralih ke tanaman sawit," kenangnya. Termasuk di antaranya orangtua Ardi, yang melakukan alih fungsi lahan secara mandiri dengan topangan modal dan keterampilan teknis yang amat terbatas.
"Saya melihat hal itu dipicu oleh keinginan yang kuat untuk mengubah nasib, sebab komoditas yang pengelolaannya dilakukan secara turun-temurun selama ini hampir tidak membawa perubahan berarti terhadap perbaikan kehidupan masyarakat," katanya.
Setelah beberapa tahun berlalu, menurut Ardi, sebagian di antara kebun sawit milik masyarakat sudah mulai menghasilkan buah. "Saya melihat masyarakat sudah mulai menikmati derajat perekonomian yang agak layak," katanya.
Karena sudah ada yang dinilai sukses dengan membudidayakan tanaman sawit, menurut Ardi, animo masyarakat setempat untuk melakukan alih fungsi lahan semakin luas. "Sudah terjadi semacam demam sawit di kampung kami kala itu," tambahnya.
Orangtua Ardi juga ikut terbawa arus. Tapi karena penguasaan lahan yang tidak terlalu luas, membuat usaha budidaya sawit yang mereka lakukan juga tidak luas. "Mungkin tidak sampai sehektar," ungkap Ardi.
Sudah tahu dengan sawit sebelumnya, tapi peristiwa "demam sawit" yang melanda tanah kelahirannya mulai memicu rasa ingin tahu Ardi yang lebih dalam lagi soal komoditas perkebunan yang satu ini.
Tapi karena ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh Ayahnya, dan terdorong oleh keinginan yang kuat untuk mandiri dan meringankan beban ibunya, setamat SMA tahun 2021 Ardi memutuskan merantau ke Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Di kota ini Ardi diterima bekerja di perusahaan bubur kertas, di bawah naungan APRIL. "Untuk level pekerjaan yang paling bawah, yaitu helper," ungkapnya, mengenang pekerjaan yang ia lakoni di Pangkalan Kerinci.
Pada 2023 Ardi harus pulang kampung ke Lunang Silaut bersebab ibunya sedang sakit, yang kemudian meninggal dunia menyusul sang Ayah yang sudah berpulang dua tahun sebelumnya, yaitu di 2021.
Sekitar tiga bulan berada di kampung, melalui seorang saudaranya Ardi memperoleh informasi soal peluang mendapatkan beasiswa untuk program perkuliahan perkelapasawitan.
"Namanya beasiswa, saya langsung tertarik ketika dikasih informasi soal itu," katanya. Ketertarikan Ardi makin kuat karena program itu menyangkut kelapa sawit, sementara ia sudah lama akrab dengan tanaman tersebut.
Ardi pun menyiapkan seluruh persyaratan administratif yang diperlukan, mendaftar lalu mengikuti tes, untuk kemudian dinyatakan diterima untuk mengikuti program beasiswa sawit.
Capaian itu membuat harapan Ardi untuk berkuliah yang sempat terbenam, muncul kembali. "Alhamdulillah," ujarnya. "Tuhan akhirnya mendengar dan mengabulkan doa saya," ungkap Ardi
Menurut Ardi, kalau tidak dengan cara itu, keinginan dia untuk menempuh jenjang pendidikan tinggi mungkin hanya akan jadi angan-angan saja. "Kondisi ekonomi keluarga saya tergolong tidak mampu," aku anak bungsu dari empat bersaudara ini.
Sudahlah demikian, menurut Ardi, saat tes ikut program beasiswa sawit statusnya sudah yatim-piatu. Memang ada saudara-saudaranya. "Tapi mereka kan punya beban dan tanggungan masing-masing."
Pelaksana program yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit itu kemudian menempatkan Ardi di Politeknik Kampar (Polkam) yang kampusnya berlokasi di Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Membuka Kebun Sawit
Sudah duduk di semester III Polkam Jurusan Perawatan dan Perbaikan Mesin untuk program D3, Ardi sudah sejak awal totalitas untuk menggali ilmu dan keterampilan tentang perkelapasawitan di Polkam.
Tidak cuma totalitas di kampus dengan serius mengikuti rangkaian perkuliahan, baik teori maupun praktek; Ardi pun mencoba berbuat lebih dari itu. "Sejak beberapa waktu lalu saya membuka kebun sawit milik pribadi di kampung," katanya.
Hal itu berawal saat suatu ketika mudik ke Lunang Silaut, Ardi melihat ada tanah seluas sekitar satu hektar warisan mendiang ibunya yang sudah sejak lama dibiarkan terlantar.
Ardi pun minta saran kepada saudaranya tentang rencana barunya, dan Ardi diizinkan melakukan apa yang sedang direncanakannya itu.
"Tapi modalnya dari mana?" tanya saudara Ardi itu. "Bukankah mengelola perkebunan kelapa sawit memerlukan modal yang cukup besar?" tanyanya lagi.
Kepada saudaranya, Ardi meyakinkan bahwa dana beasiswa yang ia terima bisa disisihkan untuk itu. "Saya pastikan tidak akan membebani siapa pun," tandasnya
Pada gilirannya, menurut Ardi, persiapan pembukaan kebun kelapa sawit itu terus melangkah maju. "Sejauh ini persiapan lahan sudah kelar," sebut Ardi. "Tinggal menunggu waktu untuk dilakukan penanaman."
Selain investasi untuk masa depan, Ardi akan menjadikan kebun itu sebagai objek untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan tentang perkelapasawitan yang selama ini dia timba di Polkam Bangkinang.
"Agar masyarakat, terutama yang berada di kampung saya, tahu dan mengenal lebih jauh tentang tata cara budidaya kelapa sawit sesuai dengan ilmu dan pengetahuan tentang perkebunan yang terus bergerak dinamis," kata Ardi.***