
Nur Saidah Putri Dlm saat berbicara dalam program bela kampus di Polkam. Foto: Dok Pribadi
TERLAHIR di tengah keluarga pekerja di sebuah perusahaan kelapa sawit, Nur Saidah Putri Dlm merasakan sekali dampak positif dari pelaksanaan program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Benar-benar sangat membantu dan membuat lapang," kata Nur --panggilan akrabnya-- melalui sambungan telepon, Minggu (19/1/2025). "Saya dan keluarga sangat mensyukuri apa yang kini tengah saya jalani," tambah Nur.
Tengah duduk di semester III Politeknik Kampar (Polkam) yang berkampus di Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau; Nur mengaku fasilitas dan bantuan yang ia terima sebagai peserta program beasiswa sawit betada pada tingkat lebih dari cukup.
Dikisahkan Nur, mulai sejak berangkat kuliah dari desanya di Sidadi I, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Provinsi Sumatera Utara (Sumut), pada 2023 lalu ke Kampar, secara finansial praktis Nur tidak pernah lagi membebani orangtuanya.
"Karena apa yang saya terima sebagai peserta program sudah cukup," ungkapnya. "Bahkan pada kondisi-kondisi tertentu saya merasakan berlebih."
Nur mencontohkan, untuk membeli laptop buat mendukung kegiatan perkuliahannya, ia ambilkan dari uang buku yang rutin diterima secara berkala tanpa mengorbankan pengadaan buku-buku yang diperlukan.
Kalau sudah demikian, "Tugas saya, baik sebagai peserta program.maupun anak dari kedua orangtua saya, tinggal mengerahkan segenap pikiran, waktu dan kemampuan untuk mencari dan menggali ilmu yang diajarkan di bangku perkuliahan," bebernya.
Karena program beasiswa sawit sangat membantu, Nur menyarankan ke depan pelaksanaaan program tersebut agar lebih diperluas dengan melibatkan peserta dalam jumlah yang lebih banyak lagi. "Agar semakin banyak mencetak SDM sawit yang berkualitas," ujarnya.
Sebab, Nur yakin, tidak semua anak petani atau pekerja sawit atau anak kalangan lainnya yang punya kemampuan membiayai perkuliahan anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi, sementara si anak mungkin memiliki bakat untuk mendalami ilmu perkelapasawitan.
Mengilas-balik ke belakang, Nur ditempatkan berkuliah di Polkam Jurusan Teknik Pengolahan Sawit untuk program D3 melalui program beasiswa sawit yang didanai oleh BPDPKS pada tahun 2023 lalu.
"Dikabari oleh saudara saya," ujar anak ke-6 dari tujuh bersaudara ini, saat ditanya dari mana ia mendapat informasi soal penerimaan peserta program beasiswa sawit tersebut.
Saat itu Nur sedang bekerja sebagai kasir di sebuah toko di Ujungbatu, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau. Nur berada di kota itu untuk ikut kedua orangtuanya yang merantau ke kota tersebut
Bapak Nur saat di Ujungbatu itu bekerja sebagai pekerja di perusahaan sawit, sementara ibunya bekerja di mes pada perusahaan sawit yang berbeda. "Kini mereka sudah kembali ke kampung di Tapsel," bebernya.
Pada akhirnya, Nur ditetapkan sebagai salah satu peserta tes yang dinyatakan lulus oleh panitia penyelenggara.
Kelulusan Nur disambut suka cita oleh kedua orangtua dan saudara-saudaranya. Nur masih ingat ekspresi bahagia terpancar dari wajah kedua orangtuanya saat dikabarkan peristiwa yang tergolong bersejarah dalam hidup Nur itu.
"Hati-hati belajar, Nak," pesan sang Ibu dengan suara sedikit serak, saat melepas Nur berangkat dari Tapsel menuju Bangkinang untuk memulai perkuliahan.
Nur hanya menangguk pelan, kemudian menggenggam erat jemari tangan Bapak dan Ibunya setelah sempat berpelukan sejenak. Tidak disadari, titik-titik bening menetes dari kelopak mata Nur.
Tanaman Masa Depan
Mengaku mulai tertarik dengan tanaman sawit sejak berusia 17 tahun, kalau perempuan kelahiran tahun 2002 ini memposisikan kelapa sawit sebagai tanaman masa depan, sebuah klaim yang tidak berlebihan.
"Untuk saat ini saja, dengan posisi sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, berapa banyak keluarga di Indonesia yang menggantungkan sumber ekonominya dari kelapa sawit," ucap Nur.
Mereka, menurut Nur, mulai dari yang berkapasitas sebagai pemilik kebun sampai pekerja yang bergerak di sektor sawit maupun yang terkait secara langsung atau tidak langsung dengan kelapa sawit.
Nur yakin industri kelapa sawir di Indonesia ke depan akan terus tumbuh dan berkembang. "Apalagi kemajuan iptek terus mampu menggali produk-produk turunan yang dihasilkan oleh tanaman sawit," katanya.
Makanya, menurut Nur, ilmu perkelapasawitan yang tengah ia tuntut di lembaga pendidikan tinggi saat ini bisa menjadi bekal berharga dalam menyongsong dan menjalani masa depan yang lebih baik.
"Saya yakin hal itu," tandasnya. Sama yakinnya Nur dengan menjalani hari-hari sebagai mahasiswa sawit, di tengah pandangan sementara orang yang mengidenntikkan sawit sebagai jenis kegiatan yang hanya cocok untuk kalangan pria saja.
Tapi, di tengah keyakinan yang begitu tinggi, tetap ada kecemasan yang menggelayut di hati Nur. Sebuah kekhawatiran yang juga dirasakan oleh mereka yang menggantungkan hidup dan sumber ekonominya dari tanaman sawit.
"Kampanye hitam (black campaign) terhadap sawit saya rasakan sebagai faktor yang sangat mengganggu," tutur Nur lagi.
Kegiatan semacam itu, tambah Nur, begitu masif dan dilakukan secara berkelanjutan, yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan tanaman sawit.
"(Kampanye hitam terhadap sawit itu) selalu dikaitkan dengan isu perusakan lingkungan hidup dan deforestasi," tambah Nur. "Padahal, dari ilmu yang saya peroleh di bangku perkuliahan, tidak demikian halnya," tandasnya
Apa kedimpulan Nur terhadap realitas yang ada itu? "Saya melihat hal tersebut lebih disebabkan oleh persaingan dagang, tapi sayangnya dilakukan dengan cara-cara yang tidak sehat," tambahnya.***