https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Inovasi

Rencana Pabrik Migor di Aceh Sudah pada Tahap Kajian Ssrius

Rencana Pabrik Migor di Aceh Sudah pada Tahap Kajian Ssrius

Ilustrasi perkebunan sawit di Aceh. Foto: dialeksis.com

"Diharapkan Aceh sebagai salah satu pusat pengolahan kelapa sawit terkemuka di Indonesia."

TERBUKA peluang bagi pengembangan industri hilir, khususnya pembangunan pabrik minyak goreng (migor) di Provinsi Aceh karena daerah itu memiliki potensi besar di sektor sawit dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) mencapai 1 juta ton per tahun. 

Manajer Industri dan Perdagangan PT Pembangunan Aceh (PEMA), Sadikin Nugraha, menyatakan bahwa pengembangan pabrik minyak goreng sudah dalam tahap kajian serius.
 
"Kami melihat potensi besar dengan memanfaatkan sebagian kecil produksi CPO Aceh, sekitar 5-10 persen atau setara dengan 80 ribu ton per bulan," kata Sadikin dalam keterangan resmi dikutip Senin (4/11).
 
Pabrik minyak goreng yang direncanakan itu diharapkan bisa memproduksi 50-100 ribu ton minyak goreng per bulan. "Kami optimistis, dengan dukungan dari berbagai pihak, khususnya para pengusaha lokal Aceh, proyek ini dapat segera terealisasi," tukasnya.
 
Diakuinya, PEMA masih menghadapi tantangan dalam mendapatkan pasokan CPO yang stabil. "Saat ini, kami sedang dalam tahap negosiasi dengan para pengusaha kelapa sawit lokal untuk kontrak jangka panjang, agar pasokan CPO dapat terpenuhi secara berkelanjutan," tambahnya.
 
Jika terealisasi, pabrik minyak goreng di Aceh ini akan menjadi salah satu pabrik utama di Indonesia yang memanfaatkan potensi besar produksi CPO lokal. Sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh melalui penciptaan lapangan kerja dan kontribusi terhadap pendapatan daerah.
 
"Pembangunan pabrik minyak goreng ini tidak hanya diharapkan meningkatkan nilai tambah dari produksi CPO Aceh, tetapi juga membantu mengurangi ketergantungan pada impor minyak goreng. Sekaligus menjadikan Aceh sebagai salah satu pusat pengolahan kelapa sawit terkemuka di Indonesia," paparnya.
 
Potensi besar ini didukung oleh upaya berkelanjutan PEMA dalam mencari investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya dalam proyek strategis ini. Sadikin yakin, dengan iklim investasi yang baik, Aceh akan mampu menarik perhatian investor sehingga proyek ini bisa terealisasi dalam waktu dekat.
 
"Target kami, pembangunan pabrik bisa dimulai tahun depan, tergantung pada hasil penjajakan investor," ucapnya.
 
Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Azanuddin Kurnia, menggarisbawahi bahwa sumber pendanaan untuk pengembangan hilir sektor sawit tidak bisa lagi hanya mengandalkan APBD Aceh, sehingga diperlukan dukungan dari APBN.
 
"Permasalahan sawit Aceh tak hanya di hilir, tapi juga di hulu. Masih sedikit lahan masyarakat yang dapat dimanfaatkan secara optimal," ujarnya. 
  
Sementara itu, Wakil Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Fadhil Ali, menyebutkan bahwa Malaysia, dengan luas lahan sawit yang lebih kecil, mampu memanfaatkan 150 turunan produk CPO.

Ia juga menyoroti masalah biaya tinggi dalam pengangkutan CPO di Aceh. Hal itu dilihat dari truk-truk pengangkut CPO yang menempuh jarak jauh yang kemudian menyebabkan biaya angkut yang tinggi dan penyusutan dalam perjalanan. 
 
Saat ini, luas total perkebunan kelapa sawit di Aceh mencapai 470.826 hektare di mana Aceh berkontribusi sebesar 3,36 persen terhadap luas lahan sawit nasional, dan 2,41 persen terhadap produksi CPO nasional. 
 
Namun, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Aceh masih lebih rendah dibandingkan dengan provinsi tetangga seperti Sumatra Utara, Riau, dan Sumatra Barat. 
 
"Hasil rapat penetapan harga TBS Aceh selalu lebih murah Rp 250-300 per kilogram dibandingkan dengan provinsi terdekat," jelasnya. 
 
Karena itulah, pembangunan pabrik minyak goreng di Aceh diharapkan dapat mendorong peningkatan harga dan kesejahteraan petani, serta meningkatkan daya saing industri sawit Aceh di tingkat nasional.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS