https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

Kantor KLHK Digeledah Penegak Hukum, Ada Apa?

Kantor KLHK Digeledah Penegak Hukum, Ada Apa?

Kebun sawit di kawasan hutan. Foto: Disbun Belitung

"Penggeledahan ini harus menjadi awal yang baik."

KANTOR Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini digeledah penegak hukum terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola perkebunan sawit pada periode 2016-2024. 

Penggeledahan ini diduga berkaitan erat dengan proses pemutihan kebun sawit di kawasan hutan melalui Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK). Ini diungkapkan Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional.

Proses pemutihan ini, kata dia, rawan menjadi celah bagi praktik korupsi, terutama dengan tenggat waktu yang awalnya ditetapkan hingga 2 November 2023 yang sarat kepentingan politik. Namun, KLHK kemudian mengklarifikasi bahwa tanggal tersebut hanyalah batas akhir pendaftaran, bukan penyelesaian kasus.

Menurut catatan WALHI, proses pemutihan sawit ini telah menjadi peringatan sejak awal. "Pemutihan sawit dalam kawasan hutan ini berisiko besar menimbulkan praktik korupsi. Tidak hanya mengakibatkan deforestasi, tetapi juga kerugian besar bagi negara, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati hingga kerusakan fungsi ekosistem yang menyebabkan banjir dan longsor," ujar Uli Arta dalam keterangannya, Sabtu (5/10).

Pemerintah telah membuka peluang bagi korporasi untuk "membenarkan" aktivitas ilegal di kawasan hutan sejak lebih dari satu dekade lalu. Melalui PP Nomor 60 Tahun 2012 dan PP Nomor 104 Tahun 2015, perusahaan yang beroperasi di dalam kawasan hutan diberi kesempatan untuk mengurus izin legalitas dengan tenggat waktu hingga tiga tahun. 

Namun, alih-alih memperkuat penegakan hukum, pemerintah malah memperkenalkan Pasal 110A dan 110B di dalam UUCK yang semakin memperluas ruang pemutihan tersebut.

Proses pemutihan ini dianggap tidak transparan. Basis data yang digunakan KLHK untuk menentukan luas lahan yang akan diputihkan pun tidak jelas. "Apakah data tersebut berasal dari KLHK sendiri atau dari laporan mandiri perusahaan? Dan apakah laporan-laporan tersebut diperiksa keakuratannya?" tanya Uli.

Pada perkembangan terbaru, KLHK menerbitkan SK Menteri LHK Nomor SK.661 yang menyederhanakan perhitungan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk perusahaan yang terlibat dalam proses pemutihan. 

Rumus yang digunakan dalam SK ini jauh lebih ringan dibandingkan perhitungan berdasarkan potensi tegakan kayu yang mengacu pada neraca sumber daya hutan tahun 2022. Hal ini semakin mempermudah korporasi dalam membayar kompensasi terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan.

Data KLHK hingga 4 Oktober 2023 mencatat, terdapat 1.679.797 hektare lahan sawit yang ditanami secara ilegal di kawasan hutan. Sekitar 1.473.946 hektare dari luasan tersebut dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan besar. 

Dari jumlah tersebut, 1.132 unit kebun telah melengkapi persyaratan administrasi untuk mengikuti proses pemutihan. Namun, fokus pemutihan justru lebih banyak diarahkan pada kebun milik perusahaan dibandingkan kebun milik masyarakat atau koperasi.

Perusahaan-perusahaan besar seperti Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, dan beberapa grup lainnya termasuk dalam daftar perusahaan yang ikut serta dalam proses pemutihan ini.

Meskipun proses pengusutan kasus ini terkesan terlambat, WALHI menyambut baik langkah kejaksaan dalam mengusut dugaan korupsi di sektor ini.
 
"Penggeledahan ini harus menjadi awal yang baik. Kami berharap kejaksaan juga memeriksa perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam proses pemutihan sawit di kawasan hutan," tutup Uli.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS