
Rusman Heriawan menjadi narasumber dalam gelaran SIEXPO 2024 di Pekanbaru Convention and Exhibition Ska-Coex, Jumat (9/8). Foto: Syahrul
"Produksi aktual cenderung stabil sebetulnya."
INDONESIA dapat menjadi pemain utama dalam industri dan perkebunan kelapa sawit. Namun saat ini Indonesia justru masih menjadi pengikut follower yang semua perihal pasar kelapa sawit masih diatur oleh negara Eropa.
Demikian dikatakan Wakil Menteri Pertanian periode 2011-2014, Rusman Heriawan, yang Menjadi salah satu narasumber dalam gelaran SIEXPO 2024 di Pekanbaru Convention and Exhibition Ska-Coex, Jumat (9/8).
Sementara, menirit Rusman, tidak sedikit pula kebun kelapa sawit yang dibangun dengan bibit tidak berkualitas. Pada generasi pertama, hampir 50% kebun dibangun dengan bibit tidak unggul itu.
"Akhirnya generasi pertama menderita puluhan tahun. Nah generasi kedua, meski telah memiliki wawasan tapi masih saja ada yang menggunakan bibit tidak berkualitas tadi. Ini banyak faktor yang mempengaruhi, mulai dari harga rendah dan sebagainya," bebernya.
"Ini jadi masalah dan yang kita hadapi sampai saat ini. Masih banyak di Indonesia sampai saat ini. Hanya tertutup bibit unggul yang penggunaan juga luas," tandasnya.
Pada bagian lain Rusman Heriawan mengatakan bahwa produksi kelapa sawit secara global di Indonesia cenderung stabil. Namun produksi tersebut berada pada level terendah.
Menurut Rusman, dalam acara yang dipandu oleh Pimpinan Redaksi Elaeis.co, Abdul Aziz itu, persepsi produksi turun atau tidak kembali kepada para pelaku usaha di perkebunan sawit, baik itu petani hingga perusahaan.
Jika ditilik dari tahun 1980 dimana perkebunan kelapa sawit mulai dibangun, produktifitas kebun kelapa sawit terus tumbuh sering dengan terus meluasnya kebun kelapa sawit itu sendiri. Ini terjadi baik pada kebun kelapa sawit rakyat maupun kelapa sawit milik perusahaan.
Secara global pada tahun 1980 produksi kelapa sawit sebanyak 721,17 ribu ton/tahun dengan luas kebun sawit saat itu 294,56 ribu hektar. Sementara pada 2023 luas perkebunan kelapa sawit sudah 16,8 juta hektar dengan produksi 48,235 juta ton.
"Produksi aktual cenderung stabil sebetulnya. Tetapi stabilnya di level rendah. Maksudnya, produksi kebun kelapa sawit itu tidak sesuai dengan potensinya," ujarnya.
Hal itu, menurut Rusman, merupakan permasalahan paling dasar untuk menjawab turunnya produksi kelapa sawit tadi. Sementara untuk menaikan produksi sesuai dengan potensi kelapa sawit itu sendiri dari kaca matanya memerlukan waktu yang cukup panjang.
Potensi kebun yang belum maksimal menciptakan keekonomian yang tidak tercapai. "Inilah yang menjadi fokus kita bersama. Perlu adanya kolaborasi sinergi semua pihak. Baik itu petani, pemerintah hingga perusahaan kelapa sawit," jelasnya.
Target pemerintah sesuai dengan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan adalah 8 ton. Sedangkan level kebun sata ini baru 4 ton. Sehingga menurutnya perlu dilakukan penataan yang luar biasa di perkebunan kelapa sawit secara bertahap.
Pembicaraan peningkatan produksi dewasa ini menurut Rusman lebih cenderung pada ekspansi lahan atau perluasan perkebunan. Padahal menurutnya produksi tinggi dapat dicapai dengan memaksimalkan kebun yang ada sat ini.
"Ada ruang besar pada pemaksimalan kebun ini, sebab produksinya belum sesuai pada level kewajaran," imbuhnya.