Aspek-PIR Kalbar menggelar Workshop Usaha Kecil Mikro dan Koperasi (UKMK) Kewirausahaan Petani Sawit Milenial di wilayah perbatasan. Dok.Istimewa
"Ini komitmen kita memberikan edukasi dan merangsang petani milenial untuk memperluas jaringan."
DIHARAPKAN petani tidak hanya bergantung dan mengandalkan penjualan buah kelapa sawit saja, namun juga ikut berinovasi menciptakan produk-produk bernilai ekonomis lainnya.
"Misalnya berbudidaya jamur yang dikemas menjadi jamur krispi, lidi sawit, hingga bahan-bahan baku kosmetik yang akan dibina oleh Aspek-PIR," demikian dikatakan Ketua Aspek-PIR Kalbar, YS Marjitan.
Sebelumnya dikatakan Marjitan, Aspek-PIR Kalbar khawatir dengan kaum milenial yang berada di perbatasan Indonesia-Malaysia khususnya di daerah Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu.
Pasalnya tidak sedikit para generasi muda penerus petani kelapa sawit di perbatasan itu justru mengadu nasib di negera tetangga.
Guna menekan jumlah kaum milenial ke luar negeri, Aspek-PIR Kalbar menggelar Workshop Usaha Kecil Mikro dan Koperasi (UKMK) Kewirausahaan Petani Sawit Milenial di wilayah perbatasan tersebut.
Sedikitnya ada 80 orang petani milenial ikut menjadi peserta dalam kegiatan yang ditaja di Serantung Waterpark, Sintang sejak 29 Juli 2024 lalu.
Dijelaskan, kegiatan ini merupakan salah satu upaya mengkampanyekan kebaikan sawit. Dimana kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk-produk yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani kelapa sawit. Artinya ada peluang ekonomi yang besar di perkebunan kelapa sawit.
"Ini komitmen kita memberikan edukasi dan merangsang petani milenial untuk memperluas jaringan. Bukan hanya menjadi minyak goreng, ada beragam produk turunan yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit," ujarnya, Kamis (1/8).
Sejatinya, kata Marjitan, workshop UKMK di daerah perbatasan itu sudah tiga kali digelar dengan harapan, dapat menciptakan petani milenial yang inovatif dan berpengalaman.
"Kita khawatir kaum milenial kita justru memilih menjadi buruh di luar negeri. Apalagi jika memiliki pendidikan tinggi dan keterampilan maka akan lebih dilirik negara lain. Kita ingin mereka berkontribusi untuk daerahnya sendiri, sehingga daerahnya maju SDMnya bagus, kesejahteraan masyarakat juga terjamin," bebernya.
Dari catatannya, ada sebanyak 700 petani milenial di daerah perbatasan di Kalbar. Itu meliputi Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu.
Sementara Ketua Umum Aspek-PIR, Setiyono menambahkan bahwa UKMK merupakan bisnis dengan modal yang kecil. Apalagi didukung dengan pelatihan, pendampingan serta pembinaan maka berpotensi untuk menambah penghasilan dan dapat dikerjakan di rumah masing-masing (home industri).
Kalbar merupakan salah satu provinsi terbesar ketiga sebagai daerah sentra sawit di Indonesia setelah Provinsi Riau dan Sumatera Utara. Data dari Disbun Kalbar kebun kelapa sawit mencapai 3.797.070 hektar dan tersebar di lima kabupaten.
"Salah satu problem yang dihadapi di wilayah perbatasan adalah fenomena terjadinya tenaga kerja migran yang umumnya adalah anak-anak petani pekebun sawit (milenial)," ujarnya.
Kondisi itu tentu memerlukan upaya penciptaan lapangan pekerjaan bagi generasi muda milenial melalui optimalisasi potensi kelapa sawit dengan menumbuhkan peluang usaha UMKM dari hilirisasi kelapa sawit, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya kebun dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digitalisasi.
Untuk itu, kata Setiyono, diperlukan penumbuhan jiwa kewirausahaan dikalangan kaum milenial putra-putri petani sawit secara khusus di wilayah perbatasan dengan negara tetangga.
"Kita berharap gelaran workshop itu dapat menambah wawasan dan memotivasi generasi milenial untuk berwirausaha UKMK berbasis kelapa sawit. Sehingga pendapatan petani bertambah dan kesejahteraan semakin terjamin," imbuhnya.






